Sayidatina
Fatimah r.ha
Dia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika
usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu.
Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti
memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.
Di balik kesibukan itu, dia juga adalah
seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat
seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak
pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah
kepada Allah SWT. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir
dan siangnya pula dengan sembahyang, puasa, membaca Al Quran dan
lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.
Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia
dikawinkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena
kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu
dibantu oleh Rasulullah SAW.
Setelah berkawin kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat
sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan
Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam
tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan
oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun
dia tetap ridho dengan suaminya. Isteri mana yang tidak mengharapkan
belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah
r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan
berdampingan dengan Allah SWT untuk mencari kasih-Nya, melalui
ibadah-ibadah yang dibangunkan.
Sepanjang kepergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang
masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya
Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk
mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya
dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang
pasir. Kadangkala dia lapar sepanjanghari. Sering dia berpuasa dan
tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun
bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke
rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu
menceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah SAW. Betapa
dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat
anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada
Sayidina Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu
rumah. Rasulullah saw merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu.
Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan
bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat.
Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan
keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu
dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji
Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila
diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan
Allah SWT mengangkat derajatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah
mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga
dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghilang
Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk
kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela
hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah
membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan
sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali
pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan
hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di
Madinah.
Namun, pernah suatu hari,
Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan
kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta
maaf berulang-ulang kali.
Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu
dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh
puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan
aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan
isterinya itu.
“Wahai Fatimah, kalaulah
dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak
akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada
puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang
ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa
seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan
dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah
disengaja, bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan
suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali
meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.
Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut
merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa
peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji
Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini
Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi
ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga
Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu
lagi yang membuatnya tersenyum.
Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya
berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa
dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’,
gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan
setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di
Perkuburan Baqi’, Madinah.
Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat
dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah SWT. Sengaja dibuat
begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahawa dengan kesusahan itu, hamba-Nya
akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan
wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta
membangga diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan
kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa
merasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri),
tawakkal dan lain-lain. Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka
agar bertaqwa kepada Allah SWT. Justru, wanita yang sukses di dunia dan
di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa
terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat
bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.
sumber http://ervakurniawan.wordpress.com/category/kumpulan-cerita-islami/
SOAL PRAk. Akuntansi Keuangan I
SOAL AKT KEU II
SOAL PRAk. Akuntansi Keuangan I
Soal 7-4
Pada awal bulan April 1999, PT Fujima
memperoleh hak pengusahaan hutan “mahoni” seluas 375 hektar
selama 20 tahun dengan total harga perolehan Rp 562.500.000.000,00.
Setelah jangka waktu 20 tahun, hak tersebut dapat diperbarui atau
dikembalikan kepada pemerintah. Selama masa pengusahaan, hutan
tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 250.000.000 kubik kayu
“mahoni”. Jalan dan sarana transportasi pengangkutan kayu yang
harus dibangun oleh perusahaan di dalam lokasi hutan tersebut
menghabiskan biaya sebesar Rp 75.000.000.000,00. Kayu “mahoni”
yang berhasil ditebang dalam tahun 1999 adalah 125.000 batang pohon
atau sejumlah 4.000.000 meter kubik.
Sesuai dengan ketentuan pelestarian
lingkungan hidup, perusahaan berkewajiban menanam kembali satu batang
bibit pohon “mahoni” sebagai pengganti setiap 2 batang pohon
“mahoni” yang berhasil ditebang. Harga bibit pohon “mahoni”
selama tahun 1999 rata-rata sebesar Rp 1.875,00.
Tugas Mahasiswa :
Dengan menggunakan kertas kerja yang
tersedia, kerjakanlah hal-hal sebagai berikut :
- Hitunglah besarnya deplesi per meter kubik.
- Hitunglah biaya deplesi yang harus diakui dalam tahun 1999.
- Buatlah jurnal yang diperlukan untuk mencatat penanaman kembali bibit pohon “mahoni” dalam tahun 1999.
SOAL AKT KEU II
PT. H4 and Family, melease peralatan dari BAF dengan persyaratan
sebagai berikut: periode lease 6 tahun dimulai tanggal 1 Januari
2002 dengan jumlah sewa Rp. 65.000.000,- pertahun dibayar dimuka
setiap tahun termasuk Rp. 5.000.000,- untuk biaya eksekutori. Dengan
taksiran umur ekonomis peralatan 5 tahun, suku bunga 10 %,
pembayaran lease sesudah pembayaran pertama di lakukan pada tanggal
31 Desember setiap tahunnya.
Diminta : Hitunglah skedul pembayaran lease selama 6 tahun (Nilai
tabel diketahui 3,7908)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar