Selasa, 15 Mei 2012

Sayidatina Fatimah r.ha (Insya Allah isteri ku...)

Sayidatina Fatimah r.ha
Dia besar dalam suasana kesusahan. Ibundanya pergi ketika usianya terlalu muda dan masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Sejak itu, dialah yang mengambil alih tugas mengurus rumahtangga seperti memasak, mencuci dan menguruskan keperluan ayahandanya.

Di balik kesibukan itu, dia juga adalah seorang yang paling kuat beribadah. Keletihan yang ditanggung akibat seharian bekerja menggantikan tugas ibunya yang telah pergi itu, tidak pula menghalang Sayidatina Fatimah daripada bermunajah dan beribadah kepada Allah SWT. Malam- malam yang dilalui, diisi dengan tahajud, zikir dan siangnya pula dengan sembahyang, puasa, membaca Al Quran dan lain-lain. Setiap hari, suara halusnya mengalunkan irama Al Quran.
Di waktu umurnya mencapai 18 tahun, dia dikawinkan dengan pemuda yang sangat miskin hidupnya. Bahkan karena kemiskinan itu, untuk membayar mas kawin pun suaminya tidak mampu lalu dibantu oleh Rasulullah SAW.
Setelah berkawin kehidupannya berjalan dalam suasana yang amat sederhana, gigih dan penuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Digelari Singa Allah, suaminya Sayidina Ali merupakan orang kepercayaan Rasulullah SAW yang diamanahkan untuk berada di barisan depan dalam tentera Islam. Maka dari itu, seringlah Sayidatina Fatimah ditinggalkan oleh suaminya yang pergi berperang untuk berbulan-bulan lamanya. Namun dia tetap ridho dengan suaminya. Isteri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra daripada seorang suami. Namun bagi Sayidatina Fatimah r.ha, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu kesempatan berdampingan dengan Allah SWT untuk mencari kasih-Nya, melalui ibadah-ibadah yang dibangunkan.
Sepanjang kepergian Sayidina Ali itu, hanya anak-anak yang masih kecil menjadi temannya. Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya Hassan, Hussin, Muhsin, Zainab dan Umi Kalsum diusahakan sendiri. Untuk mendapatkan air, berjalanlah dia sejauh hampir dua batu dan mengambilnya dari sumur yang 40 hasta dalamnya, di tengah teriknya matahari padang pasir. Kadangkala dia lapar sepanjanghari. Sering dia berpuasa dan tubuhnya sangat kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika dia sedang tekun bekerja di sisi batu pengisar gandum, Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Sayidatina Fatimah yang amat keletihan ketika itu lalu menceritakan kesusahan hidupnya itu kepada Rasulullah SAW. Betapa dirinya sangat letih bekerja, mengangkat air, memasak serta merawat anak-anak. Dia berharap agar Rasulullah dapat menyampaikan kepada Sayidina Ali, kalau mungkin boleh disediakan untuknya seorang pembantu rumah. Rasulullah saw merasa terharu terhadap penanggungan anaknya itu. Namun baginda amat tahu, sesungguhnya Allah memang menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk membeli kesenangan di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian di dunia demi mengharapkan keridhoan-Nya, mereka inilah yang mendapat tempat di sisi-Nya. Lalu dibujuknya Fatimah r.ha sambil memberikan harapan dengan janji-janji Allah. Baginda mengajarkan zikir, tahmid dan takbir yang apabila diamalkan, segala penanggungan dan bebanan hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Sayidina Ali menyebabkan Allah SWT mengangkat derajatnya. Sayidatina Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan kemiskinan keluarga mereka. Tidak juga dia meminta-minta hingga menyusah-nyusahkan suaminya.
Dalam pada itu, kemiskinan tidak menghilang Sayidatina Fatimah untuk selalu bersedekah. Dia tidak sanggup untuk kenyang sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Dia tidak rela hidup senang dikala orang lain menderita. Bahkan dia tidak pernah membiarkan pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberikan sesuatu meskipun dirinya sendiri sering kelaparan. Memang cocok sekali pasangan Sayidina Ali ini karena Sayidina Ali sendiri lantaran kemurahan hatinya sehingga digelar sebagai ‘Bapa bagi janda dan anak yatim di Madinah.
Namun, pernah suatu hari, Sayidatina Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersentuh hati dengan kata-katanya. Menyadari kesalahannya, Sayidatina Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali.
Ketika dilihatnya raut muka suaminya tidak juga berubah, lalu dengan berlari-lari bersama anaknya mengelilingi Sayidina Ali. Tujuh puluh kali dia ‘tawaf’ sambil merayu-rayu memohon dimaafkan. Melihatkan aksi Sayidatina Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali lantas memaafkan isterinya itu.
“Wahai Fatimah, kalaulah dikala itu engkau mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menyembahyangkan jenazahmu,” Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga baginda.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isteri. Betapa seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suami. Apa yang dilakukan Sayidatina Fatimah itu bukanlah disengaja, bukan juga dia membentak – bentak, marah-marah, meninggikan suara, bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali meskipun demikian Rasulullah SAW berkata begitu terhadap Fatimah.
Ketika perang Uhud, Sayidatina Fatimah ikut merawat luka Rasulullah. Dia juga turut bersama Rasulullah semasa peristiwa penawanan Kota Makkah dan ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit. Sayidatina Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika itu Rasulullah membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah r.ha membuatnya menangis, kemudian Nabi SAW membisikkan sesuatu lagi yang membuatnya tersenyum.
Dia menangis karena ayahandanya telah membisikkan kepadanya berita kematian baginda. Namun, sewaktu ayahandanya menyatakan bahwa dialah orang pertama yang akan berkumpul dengan baginda di alam baqa’, gembiralah hatinya. Sayidatina Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah kewafatan Nabi SAW, dalam usia 28 tahun dan dimakamkan di Perkuburan Baqi’, Madinah.
Demikianlah wanita utama, agung dan namanya harum tercatat dalam al-Quran, disusahkan hidupnya oleh Allah SWT. Sengaja dibuat begitu oleh Allah kerana Dia tahu bahawa dengan kesusahan itu, hamba-Nya akan lebih hampir kepada-Nya. Begitulah juga dengan kehidupan wanita-wanita agung yang lain. Mereka tidak sempat berlaku sombong serta membangga diri atau bersenang-senang. Sebaliknya, dengan kesusahan-kesusahan itulah mereka dididik oleh Allah untuk senantiasa merasa sabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain. Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik mereka agar bertaqwa kepada Allah SWT. Justru, wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah, merasa terhibur dalam melakukan ketaatan terhadap-Nya, dan amat bersungguh-sungguh menjauhi larangan-Nya, biarpun diri mereka menderita.

sumber http://ervakurniawan.wordpress.com/category/kumpulan-cerita-islami/



SOAL PRAk. Akuntansi Keuangan I


Soal 7-4
Pada awal bulan April 1999, PT Fujima memperoleh hak pengusahaan hutan “mahoni” seluas 375 hektar selama 20 tahun dengan total harga perolehan Rp 562.500.000.000,00. Setelah jangka waktu 20 tahun, hak tersebut dapat diperbarui atau dikembalikan kepada pemerintah. Selama masa pengusahaan, hutan tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 250.000.000 kubik kayu “mahoni”. Jalan dan sarana transportasi pengangkutan kayu yang harus dibangun oleh perusahaan di dalam lokasi hutan tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 75.000.000.000,00. Kayu “mahoni” yang berhasil ditebang dalam tahun 1999 adalah 125.000 batang pohon atau sejumlah 4.000.000 meter kubik.

Sesuai dengan ketentuan pelestarian lingkungan hidup, perusahaan berkewajiban menanam kembali satu batang bibit pohon “mahoni” sebagai pengganti setiap 2 batang pohon “mahoni” yang berhasil ditebang. Harga bibit pohon “mahoni” selama tahun 1999 rata-rata sebesar Rp 1.875,00.

Tugas Mahasiswa :
Dengan menggunakan kertas kerja yang tersedia, kerjakanlah hal-hal sebagai berikut :
  1. Hitunglah besarnya deplesi per meter kubik.
  2. Hitunglah biaya deplesi yang harus diakui dalam tahun 1999.
  3. Buatlah jurnal yang diperlukan untuk mencatat penanaman kembali bibit pohon “mahoni” dalam tahun 1999.






SOAL AKT KEU  II


PT. H4 and Family, melease peralatan dari BAF dengan persyaratan sebagai berikut: periode lease 6 tahun dimulai tanggal 1 Januari 2002 dengan jumlah sewa Rp. 65.000.000,- pertahun dibayar dimuka setiap tahun termasuk Rp. 5.000.000,- untuk biaya eksekutori. Dengan taksiran umur ekonomis peralatan 5 tahun, suku bunga 10 %, pembayaran lease sesudah pembayaran pertama di lakukan pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya.
Diminta : Hitunglah skedul pembayaran lease selama 6 tahun (Nilai tabel diketahui 3,7908)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar