Jumat, 04 Mei 2012

Bagaimana Cara Bersyukur .......... ?

 
 
Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula
     kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
     mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah [2]: 152).
 
Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:
 
     Dan sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada
     Luqman hikmah, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
     barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
     sesungguhnya ia bersyukur untuk (manfaat) dirinya
     sendiri."

Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
     bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan
     barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
     sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan
     sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)

 Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
     mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
     balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
     kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).


BAGAIMANA CARA BERSYUKUR?

Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga sisi dari syukur, yaitu dengan hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Berikut
akan dirinci penjelasan tentang masing-masing sisi tersebut.
 

a. Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan
kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan
keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan,
dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas
bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai
kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu,
tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari
sini syukur --seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip di atas-- diartikan oleh orang
yang bersyukur dengan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada
Allah.

Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar
nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan
membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si
penderita itu).

Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan
kedua ujung jari kaki)--seperti melakukan sujud dalam shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua
kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah
walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan
sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.

 
b. Syukur dengan lidah
 

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.
Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi
"al-hamdulillah."

Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun
kepada yang lain.

Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan".
Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala
pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau
kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan
itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada 1ahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata
manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam
menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga
penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah).
 

c. Syukur dengan perbuatan

Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga
Allah berpesan,

Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau
penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh
Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan
penciptaannya melalui firman-Nya:

Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan
(agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).

Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk
mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat
mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-~Nya".Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah,

Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)

Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin
yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?

Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak
menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat
pedih." Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi
tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14):7) Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun
tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).
Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut.
 
Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak
bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka
mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS
An-Nahl [16]: 112).
 
Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum
Saba --satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu
Balqis Surat Saba (34): 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya,
melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya. Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Quran dengan baldatun
thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka
berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang,
komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah
bibir orang saja. Demikian uraian Al-Quran. Dalam konteks keadaan mereka, Allah berfirman,
 
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami
tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).
 
Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer:
 
Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih (QS Ibrahim [14]: 7).





Terima kasih, atas waktunya tuk membaca.
Semoga Bermanfaat,

salam


Krr














Sumber :  Wawasan Al-qur'an
 
 
 
 
 
 
 

SOAL MANAJEMEN RISIKO

 
 
 
Asumsikan bahwa Anda adalah seorang pengusaha bisnis sebuah perusahaan sepatu roda. 
pada tingkat manakah anda akan menggunakan penghapusan risiko, penggantian risiko, 
dan asumsi risiko dalam program manajemen resiko anda  ! 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
SOAL  AKT  KEU  II
Sebutkan 6 komponen dasar biaya pensiun berkala netto  !
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar