[2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla,
yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa
mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
[3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang
paling lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa
khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil,
takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah
lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan
hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah
berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki
sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi
rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat :
56-58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan
manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah
Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka,
akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan
mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada
Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya
dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid
(yang mengesakan Allah).
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu:
hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedang-kan
khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus
terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat
hamba-hamba-Nya yang mukmin:
“Artinya : Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.”
[Al-Maa-idah: 54]
“Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat besar
cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]
“Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada
Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya': 90]
Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah
dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang
beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4].
Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia
adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan
hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”
C. Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk
ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan
As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah
(bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari
kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6]
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah
itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
[a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan
kecil.
[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha
illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah
dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut
wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan
meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan
diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya
pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan
mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada
Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita
tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah
kecuali dengan apa yang Dia syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”
Sebagaimana Allah berfirman.
“Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya
maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia
mempersekutukan sesuatu pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya.”
[Al-Kahfi: 110]
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua
kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada
yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib
membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagai-mana
cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu
sesat. [7]
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat
bagi sahnya ibadah tersebut?”
Jawabnya adalah sebagai berikut:
[1]. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah
kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping
beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman.
“Artinya : Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama
kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]
[2]. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’
(memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata.
Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang
diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
[3]. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8]
Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya,
berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini
tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
[4]. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan
tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki
caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang
terjadi di dalam ke-hidupan manusia adalah kekacauan yang tiada
taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi ke-hidupan
mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama
Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang
diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
D. Keutamaan Ibadah
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang
dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia,
mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang
melaksanakannya di-puji dan yang enggan melaksanakannya dicela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku,
nis-caya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu'min: 60]
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mem-persempit
atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di
dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk
berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat
dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah
mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju
kesempurnaan manusiawi.
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat
membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat
membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir
(butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan
dan minuman, demi-kian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan
menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah
itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan
minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah
hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap
(bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan
pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan
beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau
kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan
tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu
sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.
Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka
itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan
itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki.
Maka, barangsiapa yang meng-hendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia
menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang
ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan
paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta
menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan
kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan
hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang
Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak
tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]
Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan
seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan
kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah
dan me-ringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa
sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan
ibadahnya kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu
penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas
kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa
besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan
sebab utama untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk
Surga dan selamat dari siksa Neraka.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]
__________
Foote Note
[1]. Pembahasan ini dinukil dari kitab ath-Thariiq ilal Islaam
(cet. Darul Wathan, th. 1421 H) oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim
al-Hamd, al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tahqiq
Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Abdul Hamid, dan Mawaaridul Amaan
al-Muntaqa min Ighaatsatul Lahafan oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan
‘Abdul Hamid.
[2]. Lihat al-‘Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby
al-Atsary (hal. 161-162), Maktabah Darul Ashaalah 1416 H
[3]. Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.
[4]. Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang
mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.
[5]. Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali
muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang
mukmin yang berdosa besar adalah kafir.
[6]. HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari
hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anha.
[7]. Lihat al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
tahqiq ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid (hal. 221-222).
[8]. Lihat surat Al-Maa-idah ayat 3.
[9]. Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67),
oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid
SOAL Pengendalian Manajemen No 1
1. Sebutkan 5 Sasaran perencanaan strategis ?
SOAL AKT KEU II
SOAL Pengendalian Manajemen No 1
1. Sebutkan 5 Sasaran perencanaan strategis ?
SOAL AKT KEU II
Jelaskan yang dimaksud dengan laporan dana !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar