Jumat, 27 April 2012

Pemasaran (Kumpulan Soal UTS)

Sedang proses

Akuntansi Keuangan 2 (Kumpulan Soal UTS)

Sedang proses

Akuntansi Keuangan 1 (Kumpulan Soal UTS)

sedang proses

Pengembangan Diri (kumpulan Soal UTS)

Sedang Proses

Raih Pendidikan


Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum  memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi.



  1. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. “Gelar” dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab.


    Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis.


    Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
    Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka seyogianyalah institusi-institusi  pendidikan memfokuskan kepada substansi kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan.


    Dalam pandangan Islam, manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan keadilan.


    Oleh sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam institusi pendidikan seyogianya dibangun di atas Wahyu yang membimbing kehidupan manusia. Kurikulum yang ada perlu mencerminkan memiliki integritas ilmu dan amal, fikr dan zikr, akal dan hati. Pandangan hidup Islam perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang kehidupan.
    Dalam Islam, Realitas dan Kebenaran bukanlah  semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat. Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak nampak; mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam).


    Jadi, institusi pendidikan Islam perlu mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal yang tersurat dan tersirat dalam setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini, dan sekaligus memasukkan unsur-unsur Islam setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan perubahan-perubahan kurikulum, lingkungan belajar yang agamis, kemantapan visi, misi dan tujuan pendidikan dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan Islam akan membebaskan manusia dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang berlandaskan kepada ajaran Islam.


    Institusi–institusi pendidikan sepatutnya  melahirkan individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti, nilai-nilai luhur dan mulia, yang dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya terhadap Tuhannya, serta  memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia yang beradab.

 


Soal no. 2  Pengendalian Manajemen
Jelaskan peranan controller terhadap pembuatan/pengembangan rencana  !

Prak. Penganggaran (Kumpulan Soal UTS)


  1. PT. H4 menjual dua macam produk, Produk A dan B, Produk A merupakan produk untuk keperluan rumah tangga, sedangkan Produk B merupakan produk untuk untuk keperluan sekolah.

        - Market share produk A dan B selama 6 tahun terakhir:
Tahun
Produk A
Produk B
2006
2007
2008
2009
2010
2011
'10 %
'13 %
'11 %
'12 %
'9 %
'14 %
'20 %
'23 %
'21 %
'25 %
'27 %
'30 %





       - Penjualan Produk A & B pada tahun 2011 masing-masing 2.800 unit dan 9.000 unit.
      - Perkembangan kedua industri tersebut rata-rata 15 %, 


       Rencana Penjualan tahun 2012 produk A & B disusun dengan pertimbangan berikut:
      - Forecast penjualan tahun 2012 produk A & B sebagaimana diperhitungkan diatas.
   - Kemampuan atau dukungan sumber daya terhadap rencana penjualan : Material 80 %, SDM 90 %, mesin 85 % dan modal 75 %.



  Sedangkan anggaran penjualan tahun 2012 disusun dengan data:
  - Proporsi penjualan dipasar lokal & regional dan penjualan pada setiap triwulan :
Jenis
Produk
Pasar Lokal (60 %)
Pasar Regional (40 %)
TW I
TW II
TW III
TW IV
TW I
TW II
TW III
TW IV
Produk A
'15 %
'40 %
'20 %
'25 %
'30 %
'20 %
'15 %
'35 %
Produk B
'30 %
'25 %
'20 %
'25 %
'10 %
'30 %
'20 %
'40 %




  - Harga per unit masing-masing produk :
Jenis Produk
Pasar Lokal
Pasar Regional
Produk A
Rp. 10.000,-
Rp. 10.500,-
Produk B
Rp. 7.500,-
Rp. 8.000,-
  Diminta : Buatlah forecast penjualan dan Anggaran penjualan tahun 2012  





   2. PT. Yoas menghasilkan 3 macam produk yang dijual pada segmen yang berbeda. Produk A dijual khusus untuk kalangan atas, produk B untuk kalangan menengah dan produk C untuk kalangan bawah. Dengan memperhatikan penjualan dan persediaan awal masing-masing produkserta prediksi masing-masig persediaan akhir, manajemen akan menyusun anggaran produksi pada tahun 2008 sedangkan data yang tersedia adalah:



     - Anggaran Penjualan per triwulan pada tahun 2008
Triwulan
Produk A
Produk B
Produk C
I
II
III
IV
1.800
1.600
1.900
1.700
2.500
2.800
2.600
2.300
4.500
4.100
4.300
4.200




    - Persediaan Akhir pada tahun 2007 dan Prediksi persediaan akhir tahun 2008 masing-masing produk
Tahun 2007
Tahun 2008
Jenis Produk
Persediaan
Jenis Produk
Persediaan
Produk A
Produk B
Produk C
600
1.500
1.000
Produk A
Produk B
Produk C
800
1.300
1.900




    Diminta : Buatlah anggatran produksi tahun 2008 dengan kebijakan gelombang ! (Nilai 35)



  1. PT. Kia akan menyusun anggaran tenaga kerja langsung (TKL) pada tahun 2006 dengan data:
        - Anggaran produksi tahun 2006:
Triwulan
I
II
III
IV
Produksi (unit)
800
750
900
850
       - untuk menyelesaikan satu unit produk diperlukan 3 jam kerja langsung (JKL) dengan tarif upah Rp. 2.500,- /JKL
     Diminta : Buatlah Anggaran tenaga kerja langsung dan Hitunglah berapa besarnya biaya TKL per unit !  



Kamis, 26 April 2012

Hubungan Suami - Isteri)

HAK SUAMI DALAM ISLAM

Pertanyaan:
Sebagaimana diketahui, bahwa seorang Muslim tidak boleh malu untuk menanyakan apa saja yang berkaitan dengan hukum agama, baik yang bersifat umum maupun pribadi. Oleh kerana itu, izinkanlah kami mengajukan suatu pertanyaan mengenai hubungan seksual antara suami-istri yang berdasarkan agama, yaitu jika si istri menolak ajakan suaminya dengan alasan yang dianggap tidak tepat atau tidak berdasar. Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut?
Jawab:
Benar, kita tidak boleh bersikap malu dalam memahami ilmu agama, untuk menanyakan sesuatu hal. Aisyah r.a. telah memuji wanita Anshar, bahwa mereka tidak dihalangi sifat malu untuk menanyakan ilmu agama. Walaupun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan haid, nifas, janabat, dan lain-lainnya, di hadapan umum ketika di masjid, yang biasanya dihadiri oleh orang banyak dan di saat para ulama mengajarkan masalah-masalah wudhu, najasah (macam-macam najis), mandi janabat, dan sebagainya.
Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat pengajian Al-Qur'an dan hadis yang ada hubungannya dengan masalah tersebut, yang bagi para ulama tidak ada jalan lain, kecuali dengan cara menerangkan secara jelas mengenai hukum-hukum Allah dan Sunnah Nabi saw. dengan cara yang tidak mengurangi kehormatan agama, kehebatan masjid dan kewibawaan para ulama. Hal itu sesuai dengan apa yang dihimbau oleh ahli-ahli pendidikan pada saat ini. Yakni, masalah hubungan ini, agar diungkapkan secara jelas kepada para pelajar, tanpa ditutupi atau dibesar-besarkan, agar dapat dipahami oleh mereka.
Sebenarnya, masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya.
Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia dan kehidupan berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).
1. Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual, serta ditentangnya tindakan ekstrim yang condong menganggap hal itu kotor. Oleh kerana itu, Islam melarang bagi orang yang hendak menghilangkan dan memfungsikannya dengan cara menentang orang yang berkehendak untuk selamanya menjadi bujang dan meninggalkan sunnah Nabi saw, yaitu menikah. Nabi saw. telah menyatakan sebagai berikut: "Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyu, kepada Allah daripada kamu, tetapi aku bangun malam, tidur, berpuasa, tidak berpuasa dan menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunnahku, maka dia bukan termasuk golonganku."
2. Islam telah menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadat. Sebagaimana keterangan Nabi saw.: "Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala)." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ketika kami bersetubuh dengan istri akan mendapat pahala?" Rasulullah saw. menjawab, "Ya. Andaikata bersetubuh pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakukan pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tidak menghitung hal-hal yang baik."
Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri. Kerananya diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis: "Jika si istri dipanggil oleh suaminya kerana perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak." (H.r.Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan).
Dianjurkan oleh Nabi saw. supaya si isteri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang. Nabi saw. telah bersabda: "Jika suami mengajak tidur si isteri lalu dia menolak,
kemudian suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat dia sampai pagi." (H.r. Muttafaq Alaih).
Keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah swt. adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hambaNya juga menerima uzur tersebut. Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, kerana baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa.
Nabi saw. bersabda: "Dilarang bagi si istri (puasa sunnah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya." (H.r. Muttafaq Alaih).
Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi saw. menyatakan kepada laki-laki (suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam.
Beliau bersabda: "Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan hagi keluargamu (istrimu) ada hak."
Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fiqih dan tasawuf? dalam kitab Ihya' mengenai adab bersetubuh, beliau berkata: "Disunnahkan memulainya dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim dan berdoa, sebagaimana Nabi saw. mengatakan: "Ya Allah,jauhkanlah aku dan setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku'."
Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, "Jika mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh setan."
Al-Ghazali berkata, "Dalam suasana ini (akan bersetubuh) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya; dan menutup diri mereka dengan selimut,jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas."
Berkata Al-Imam Abu Abdullah Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma'aad Fie Haadii Khainrul 'Ibaad, mengenai sunnah Nabi saw. dan keterangannya dalam cara bersetubuh.
Selanjutnya Ibnul Qayyim berkata: Tujuan utama dari jimak (bersetubuh) itu ialah:
1. Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah.
2. Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus.
3. Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana kelak di surga.
Ditambah lagi mengenai manfaatnya, yaitu: Menundukkan pandangan, menahan nafsu, menguatkan jiwa dan agar tidak berbuat serong bagi kedua pasangan. Nabi saw. telah menyatakan:"Yang aku cintai di antara duniamu adalah wanita dan wewangian."
Selanjutnya Nabi saw. bersabda: "Wahai para pemuda! Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan."
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, "Sebaiknya sebelum bersetubuh hendaknya diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya."
Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam usaha mencari jalan baik tidak bersifat konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan atau pendapat masa kini.
Yang dapat disimpulkan di sini adalah bahwa sesungguhnya Islam telah mengenal hubungan seksual diantara kedua pasangan, suami istri, yang telah diterangkan dalam Al-Qur'anul Karim pada Surat Al-Baqarah, yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.
Firman Allah swt.: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu,dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, kerana itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya ..." (Q.s. Al-Baqarah: 187).
Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan, yaitu: "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." (Q.s. Al-Baqarah 187).
Pada ayat lain juga diterangkan, yaitu: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah: Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemuiNya. Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman." (Q.s.Al-Baqarah: 222-223).
Maka, semua hadis yang menafsirkan bahwa dijauhinya yang disebut pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang. Pada ayat di atas disebutkan: "Maka, datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan cara bagaimanapun kamu kehendaki." (Q.s. Al-Baqarah: 223).
Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang atau peraturannya dalam Al-Qur'anul Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.

Kamis, 05 April 2012

Arti IBADAH.....

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: [1]. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.


[2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.


[3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.


Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.


Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:


“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58]


Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).


B. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar


Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).


Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedang-kan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:


“Artinya : Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]


“Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]


“Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya': 90]


Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”


C. Syarat Diterimanya Ibadah


Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


“Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6]


Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:


[a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.


[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.


“Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]


Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam


Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”


Sebagaimana Allah berfirman.


“Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]


Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.


Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat. [7]


Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”


Jawabnya adalah sebagai berikut:


[1]. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.


“Artinya : Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2]


[2]. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.


[3]. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8] Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).


[4]. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam ke-hidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.


D. Keutamaan Ibadah


Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji dan yang enggan melaksanakannya dicela.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.


“Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, nis-caya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu'min: 60]


Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mem-persempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.


Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusiawi.


Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demi-kian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.


Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang meng-hendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.


Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]


Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan me-ringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.


Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.


Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.


[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2]


__________


Foote Note


[1]. Pembahasan ini dinukil dari kitab ath-Thariiq ilal Islaam (cet. Darul Wathan, th. 1421 H) oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Abdul Hamid, dan Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighaatsatul Lahafan oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Abdul Hamid.


[2]. Lihat al-‘Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary (hal. 161-162), Maktabah Darul Ashaalah 1416 H


[3]. Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.


[4]. Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati.


[5]. Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir.


[6]. HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anha.


[7]. Lihat al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid (hal. 221-222).


[8]. Lihat surat Al-Maa-idah ayat 3.


[9]. Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67), oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid


SOAL Pengendalian Manajemen No 1

1. Sebutkan 5 Sasaran perencanaan strategis  ?




SOAL  AKT KEU II
Jelaskan yang dimaksud dengan laporan dana !

Akuntansi Keuangan II (Kumpulan Soal UAS)



Soal No.  1  (Klik Tulisan Soal No. 1 lalu cari di paragraf terakhir)



Soal No. 2  (Klik Tulisan Soal No. 2 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 3  (Klik Tulisan Soal No. 3 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 4  (Klik Tulisan Soal No. 4 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 5  (Klik Tulisan Soal No. 5 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 6  (Klik Tulisan Soal No. 6 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 7  (Klik Tulisan Soal No. 7 lalu cari di paragraf terakhir) 




Soal No. 8  (Klik Tulisan Soal No. 8 lalu cari di paragraf terakhir) 




Soal No. 9  (Klik Tulisan Soal No. 9 lalu cari di paragraf terakhir)




Soal No. 10  (Klik Tulisan Soal No. 10 lalu cari di paragraf terakhir) 




Soal No. 11  (Klik Tulisan Soal No. 11 lalu cari di paragraf terakhir) 





Soal No. 12  (Klik Tulisan Soal No. 12 lalu cari di paragraf terakhir) 




Soal No. 13  (Klik Tulisan Soal No. 13 lalu cari di paragraf terakhir)



Soal No. 14  (Klik Tulisan Soal No. 14 lalu cari di paragraf terakhir)



Soal No. 15  (Klik Tulisan Soal No. 15 lalu cari di paragraf terakhir)



Soal No. 16  (Klik Tulisan Soal No. 16 lalu cari di paragraf terakhir)     



Soal No. 17  (Klik Tulisan Soal No. 17 lalu cari di paragraf terakhir)   



Soal No. 18  (Klik Tulisan Soal No. 18 lalu cari di paragraf terakhir)  




Soal No. 19  (Klik Tulisan Soal No. 19 lalu cari di paragraf terakhir)  


Soal No. 20  (Klik Tulisan Soal No. 20 lalu cari di paragraf terakhir)