Sabtu, 27 September 2014

Perpajakan Lanjutan (Tugas 3 - GANJIL 2014/15 UNB)




Klik Soal disini

KADO ISTIMEWA......







Mqaddimah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barang-siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” [Ali ‘Imran : 102]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Ber-taqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa' : 1]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71]

Amma ba’du:

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.

Islam adalah agama yang kamil (sempurna). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun dalam kehidupan dunia ini, yang tidak dijelaskan atau terlepas pembicaraannya dari agama Islam. Tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan remeh. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam.

Persoalan pernikahan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi, akan tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang “luhur” dan “sentral”, yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Sentral, karena lembaga ini merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya bani Adam, yang kelak mempunyai peranan dan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini.

Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagai-mana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (pemberian nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.

Islam telah membahas masalah pernikahan secara panjang lebar. Mulai dari bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya di kala telah resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam telah menunjukkan kiat-kiat dan tuntunannya. Begitu juga Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam telah mengajarkannya dan memudahkannya.

Nikah merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan. Melalui nikah inilah seseorang dapat terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah Ta’ala. Oleh sebab itulah, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendorong ummatnya untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.

Nikah adalah fitrah manusia serta merupakan jalan yang dapat meredam gejolak biologis dan psikologis dalam diri manusia, sebagai perwujudan cita-cita luhur dari sepasang suami isteri yang kemudian dari pernikahan yang syar’i tersebut akan membuahkan keturunan yang baik. Sehingga dengan perannya, kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.

Menurut Islam, bani Adam-lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di bumi ini, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakan (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh.” [Al-Ahzaab : 72]

Juga firman-Nya:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan Nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” [Al-Baqarah: 30]

Melalui risalah singkat ini, Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara pernikahan yang Islami yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara, ritual-ritual dan adat istiadat yang berkepanjangan, melelahkan, membingungkan, memboroskan harta, bahkan justru mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala.

Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan...? Na’udzu billaahi min dzaalik.

Pernikahan bukanlah persoalan kecil dan remeh, tetapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (akad pernikahan) adalah suatu perjanjian yang kokoh dan suci مِيْثَاقاً غَلِيْظًا , sebagaimana firman Allah:

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul (bercampur) satu sama lain (sebagai suami isteri). Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.” [An-Nisaa' : 21]

Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami isteri, memelihara dan menjaganya dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur-an dan As-Sunnah ash-shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasarkan rujukan inilah kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam masyarakat kita.

Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah cetakan kedua setelah mengalami revisi, editing dan penam-bahan beberapa pembahasan yang penulis anggap perlu dari cetakan pertama.

Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini. Penulis membagi tulisan ini menjadi beberapa pembahasan, yaitu Fitrah Manusia atas Pernikahan, Penikahan yang Dilarang dalam Syari’at Islam, Tujuan Pernikahan dalam Islam, Tata Cara Pernikahan dalam Islam, Sebagian Pelanggaran yang Terjadi dalam Pernikahan, Rumah Tangga yang Ideal, Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Syari’at Islam yang Mulia, Ketika si Buah Hati Hadir, Kewajiban Mendidik Anak, Berbakti kepada Orang Tua, dan Kedudukan Wanita dalam Islam serta Penutup.

Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi ber-manfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para Shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jejak beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampai hari Kiamat.

Bogor, Dzul Qa’dah 1427 H
Desember 2006 M

Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]

Analisa Laporan Keuangan (Tugas 3 - GANJIL 2014/15 UNB)





Klik Soal disini

DAMAI ITU LEBIH BAIK............................







Kaum Muslimin rahimakumullâh
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, sesungguhnya taqwa kepada Allâh Azza wa Jalla adalah bekal terbaik bagi setiap orang yang mengharap rahmat-Nya. Dengan taqwa, seseorang akan mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka dan dia akan mendapatkan kemudahan setelah kesusahan, dan kelapangan setelah kesempitan. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ

"Ingatlah sesungguhnya wali-wali (kekasih-kekasih) Allâh itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)mereka bersedih hati.(Yaitu ) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. [Yunus/10: 62 – 63]

Kaum Muslimin rahimakumullâh
Sesungguhnya pengetahuan manusia, keinginan, dan watak mereka itu berbeda-beda meskipun mereka berasal dari bapak dan ibu yang sama (yaitu Nabi Adam dan Hawa). Dan sebenarnya ini merupakan ujian, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. [al-Furqân/25:20]

Sebagian orang ada yang berkepribadian bijak, arif dan penuh toleran. Dia tidak mudah emosi dengan sedikit kalimat yang dia dengar.

Sebagian lagi, ada juga yang ceroboh, nekat, mudah tertipu, tidak sabar, mudah tersulut perkataan lalu berlaku konyol. Lisan dan tindak-tanduknya mendahului akalnya.

Kaum Muslimin rahimakumullâh
Seorang Mukmin adalah seorang juru damai yang agung, yang bisa menghimpun bukan memecah belah, yang memperbaiki bukan merusak; Bijak dalam mendamaikan pihak yang bertikai. Dan sebagai imbal baliknya, banyak orang yang mendoakan kebaikan untuknya dan memujinya karena dia telah mendamaikan dan menyelamatkan dari perpecahan.

Orang yang memperhatikan realita saat ini, dia akan dapati adanya keretakan yang menggores kemurnian kecintaan dan jalinan persaudaraan. Hal ini nampak dari hawa nafsu yang dituruti, kebakhilan dan ketamakan yang diikuti, dan kebanggan terhadap pendapat sendiri.

Sungguh benar Rasûlullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau bersabda :

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيْرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيْشِ بَيْنَهُمْ

Sesungguhnya syaitan telah putus asa dari (mendapatkan) penyembahan dari orang-orang yang shalat di jazirah arab, akan tetapi dia akan selalu mengadu domba di antara mereka. [HR. Muslim no. 2812]

Ketika terjadi pertengkaran dan pertikaian, maka perdamaian menjadi suatu yang sangat terpuji. Jika perselisihan adalah keburukan, pertengkaran dan pertikaian adalah aib, maka sebaliknya, perdamaian dan usaha mendamaikan adalah sebuah rahmat. Meski perbedaan pendapat pada manusia adalah hal yang telah digariskan oleh Allâh Azza wa Jalla sebagaimana firman-Nya :

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِين

Jikalau Rabbmu menghendaki , tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. [Hud/11:118]

Namun Allâh mengecualikan darinya orang-orang yang mendapat rahmat-Nya.

إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ

Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. [Hud/11:119]

Perdamaian yang terwujud pada umat akan menjadikannya indah, namun jika hilang maka berbagai buruk tidak akan terhindarkan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَالصُّلْحُ خَيْرٌ

Dan perdamaian itu lebih baik [an-Nisâ/4:128]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ

Sebab itu bertaqwalah kepada Allâh dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu. [al-Anfâl/8:1]

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia. [an-Nisâ/4:114]

إِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا

Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. [al-Hujurât/49:9]

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara. [al-Hujurât/49:10]

Dan sungguh tidak ada di dunia juru damai yang sekelas dengan Rasûlullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau mendamaikan suku-suku, antar individu-individu dan kelompok masyarakat. Beliau juga mendamaikan pasangan suami-istri, dua orang yang berutang-piutang, dan juga juru damai dalam penegakkan hak harta, nyawa dan kehormatan. Bagaimana tidak, padahal beliau sendiri bersabda :

أَلاَ أُخْبِركُمُ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّياَمِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ؟ قَالُوْا: بَلَى، قَالَ: صَلاَحُ ذَاتِ البَيْنِ؛ فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ البَيْنِ هِيَ الحَالِقَةُ

Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama daripada puasa, shalat dan sedekah ? Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasûlullâh.” Beliau bersabda, “Yaitu mendamaikan perselisihan diantara kamu, karena rusaknya perdamaian diantara kamu adalah pencukur (perusak agama)”. [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi]

Disebutkan di dalam sebuah hadits:

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ أَهْلَ قُبَاءَ اقْتَتَلُوْا حَتَّى تَرَامَوا بِالْحِجَارَةِ، فَأَخْبَرَ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ، فَقَالَ: اذهبُوا بنا نُصلِح بينهم

Dari Sahal bin Sa'ad Radhiyallahu anhu bahwa penduduk Quba' telah bertikai hingga saling lempar batu, lalu Rasûlullâh shallallahu 'alaihi wasallam dikabarkan tentang peristiwa itu, maka beliau bersabda: Mari kita pergi untuk mendamaikan mereka. [HR. Bukhari]


Wahai kaum muslimin, semoga Allâh selalu menjaga kita semua.
Sesungguhnya perdamaian termasuk diantara sebab munculnya rasa cinta dan perekat keretakan. Terkadang perdamaian itu lebih baik daripada hukum yang diputuskan hakim. Dalam perdamaian, ada pahala dari Allâh Azza wa Jalla dan ada dosa yang dihapuskan. Termasuk didalamnya, pertikaian dalam rumah tangga.

Namun untuk kita sadar bersama, bahwa semua upaya damai itu tidak akan terwujud kecuali dibarengi keinginan kuat yang nyata serta niat tulus dari semua pihak, antara juru damai dan yang didamaikan. Karena Allâh Azza wa Jalla mengaitkan perdamaian itu dengan adanya kemauan yang baik dari semua pihak. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا

Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allâh memberi taufiq kepada suami – istri itu. [an-Nisâ/4:35]

Suatu ketika, Imam Hasan al Bashri rahimahullah didatangi oleh dua orang yang bertikai dari Tsaqif. Lalu sang Imam berkata, “Kalian berdua masih satu kelompok dan satu kerabat, (kenapa) masih saja bertikai ?” Mereka menjawab, “ Wahai Abu Sa’id, kami hanya ingin damai.” Beliau rahimahullah berkata, “Ya. Kalau begitu kalian bicaralah!” Akan tetapi keduanya malah saling melempar tuduhan dusta ke lawannya. Melihat ini, sang Imam menjawab, “Demi Allâh ! Kalian dusta ! Bukan perdamaian yang kalian inginkan, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا

Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allâh memberi taufiq kepada suami – istri itu. [an -Nisâ/4:35]

Oleh karenanya bertakwalah wahai para hamba Allâh ! Sudahi dan hentikanlah pertengkaran dan pertikaian, terutama yang disebabkan hal-hal remeh.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan ) Allâh. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. [asy-Syûrâ/42:40]

Semoga Allâh Azza wa Jalla memberkahi saya dan anda semuanya dengan al-Qur’an dan mencurahkan manfaat dari isinya berupa ayat-ayat dan hikmahNya yang Maha Bijak. Itulah yang aku ucapkan, jika itu benar maka kebenaran dari Allâh. Jika ada yang salah maka dari diri saya sendiri dan dari syetan. Dan aku beristighfar kepada Allâh, sesungguhnya Ia Maha Pengampun.

(Khutbah jum’at Syaikh Dr. Su’ud asy-Syuraim –hafidzahullah– dengan judul “ash-Shulhu Khair (Perdamaian Itu Lebih Baik)”, di Masjidil Haram pada tanggal 12-02-1433 H)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVI/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Akuntansi Biaya (Tugas 3 - Ganjil 2014/15 UNB)




Klik Soal disini

Pemaaf...............


AL-'AFUW, MAHA PEMAAF



MAKNA AL-‘AFUW SECARA BAHASA
Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah meninggalkan sesuatu.[1]

Ibnul Atsîr rahimahullah berkata: "Nama Allah "al-'Afuw" adalah wazan fa'ûl dari kata al-'afwu (memaafkan) yang berarti memaafkan perbuatan dosa dan tidak menghukumnya, asal maknanya: menghapus dan menghilangkan.[2]

Al-Fairuz Abadi rahimahullah berkata: "al-'Afwu adalah permaafan dan pengampunan Allah k atas (dosa-dosa) makhluk-Nya, serta tidak memberikan siksaan kepada orang yang pantas (mendapatkannya).[3]

PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-‘AFUW
Al-'Afuw adalah zat yang maha menghapuskan dosa-dosa dan memaafkan perbuatan-perbuatan maksiat.[4]

Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :

إنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ

Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [al-Hajj/22:60]

Beliau berkata: "Artinya: Dia maha memaafkan orang-orang yang berbuat dosa dengan tidak menyegerakan sikasaan bagi mereka, serta mengampuni dosa-dosa mereka. Maka Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan bekas-bekasnya dari diri mereka. Inilah sifat Allah Azza wa Jalla yang tetap dan terus ada pada zat-Nya (yang Maha Mulia), dan inilah perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-Nya di setiap waktu, (yaitu) dengan permaafan dan pengampunan…"[5] .

Makna inilah yang dimaksud dalam doa yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dibaca pada malam lailatul qadr:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka maafkanlah aku [6].[7]

Dalam beberapa ayat al-Qur'ân Allah Azza wa Jalla menggandengkan nama ini dengan nama-Nya yang lain yaitu "al-Ghafûr" (Maha Pengampun), seperti dalam ayat di atas, demikian pula dalam surat an-Nisâ':43 dan 99. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَكَانَ الله ُعَفُوًّا غَفُوْرًا

Dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun [an-Nisâ'/4:99]

Kedua nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Indah ini memang memiliki makna yang hampir sama, meskipun nama Allah 'al-Afuw memiliki makna yang lebih mendalam. Karena "pengampunan" mengisyaratkan arti as-sitru (menutupi), sedangkan "pemaafan" mengisyaratkan arti al-mahwu (menghapuskan) yang artinya lebih mendalam dalam penghapusan dosa. Meskipun demikian, kedua nama Allah Azza wa Jalla ini jika disebutkan sendirian maknanya mencakup keseluruhan arti tersebut.[8]

Sifat "memaafkan" dan "mengampuni" ini adalah sifat-sifat yang tetap dan terus-menerus ada pada zat Allah yang Maha Mulia. Dan pengaruh baik sifat-sifat ini senantiasa meliputi semua makhluk-Nya di siang dan malam hari. Karena sifat "memaafkan" dan "mengampuni" (yang dimiliki)-Nya meliputi semua makhluk, dosa dan perbuatan maksiat.

Padahal, mestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia menjadikan mereka ditimpa berbagai macam siksaan, akan tetapi pemaafan dan pengampunan-Nya menghalangi turunnya siksaan tersebut. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ وَلَٰكِنْ يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan (dosa) mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. [Fâthir/35:45]

Inilah kesempurnaan permaafan-Nya dan kalau bukan karena itu niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun.[9]

Senada dengan ayat di atas, dalam sebuah hadits yang shahîh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada satupun yang lebih bersabar menghadapi gangguan (celaan) yang didengarnya melebihi Allah Azza wa Jalla , sungguh orang-orang (kafir) menyekutukan-Nya dan mengatakan (bahwa) Dia mempunyai anak, (tapi bersamaan dengan itu) Dia tetap memaafkan (menangguhkan siksaan) dan memberi rezki bagi mereka"[10] .

PEMBAGIAN SIFAT AL-AFUW (MEMAAFKAN) DARI ALLAH AZZA WA JALLA.
Sifat al-afw (memaafkan) ini ada dua macam:

1. Pertama: Permaafan Allah Azza wa Jalla yang bersifat umum bagi semua orang yang berbuat maksiat, dari kalangan orang-orang kafir maupun yang selain mereka. Yaitu dengan tidak menimpakan siksaan yang telah ada sebab-sebabnya, yang seharusnya menjadikan mereka terhalangi dari kenikmatan duniawi yang mereka rasakan, padahal mereka menentang-Nya dengan mencela-Nya (menisbatkan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya), menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai macam penyimpangan lainnya. Meskipun demikian, Allah Azza wa Jalla tetap memaafkan (menangguhkan siksaan-Nya), memberi rezki dan menganugerahkan berbagai macam kenikmatan kepada mereka, yang lahir maupun batin.

2. Kedua: Permaafan dan pengampunan-Nya yang bersifat khusus bagi orang-orang yang bertobat, meminta ampun, berdoa dan menghambakan diri kepada-Nya, demikian pula bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat-Nya dengan musibah-musibah yang menimpa mereka. Maka, semua orang yang bertobat kepada-Nya dengan tobat yang nashûh [11], Allah akan mengampuni dosa apapun yang dilakukannya, baik berupa kekafiran, kefasikan maupun kemaksiatan lainnya. Semua dosa tersebut termasuk dalam keumuman firman Allah Azza wa Jalla :

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [az-Zumar/39:53][12]

PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ALLAH "AL-AFUW"
Memahami nama Allah Azza wa Jalla yang Maha Agung ini merupakan pintu utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi di sisi-Nya, khususnya jika setelah memahaminya dengan baik, kita berusaha merealisasikan kandungan dan konsekuensi yang terkandung di dalamnya, yaitu melakukan istighfâr (meminta ampun kepada Allah Azza wa Jalla ) secara kontinyu, meminta permaafan, selalu bertobat, mengharapkan pengampunan dan tidak berputus asa (dari rahmat-Nya). Hal itu, karena Allah Azza wa Jalla Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun, sangat mudah bagi-Nya untuk mengampuni dosa (hamba-hamba-Nya) bagaimanapun besarnya dosa dan maksiat tersebut. Maka seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan yang agung selama dia selalu meminta permaafan dan mengharapkan pengampunan dari Allah. [13]

Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut:
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".[14]

Syaikh `Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla :

إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. [an-Nisâ'/4:43]

Beliau berkata: "Artinya: Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan memudahkan dan meringankan syariat-Nya bagi mereka, sehingga mudah bagi mereka untuk menunaikannya dan tidak menyusahkan.

DIANTARA BENTUK PEMAAFAN ALLAH AZZA WA JALLA
Di antara bentuk permaafan dan pengampunan-Nya adalah Rahmat-Nya bagi umat ini dengan mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak mampu menggunakan air.

Dan di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah Dia membukakan pintu tobat dan kembali kepada-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan dia menyeru mereka untuk bertobat dan menjanjikan pengampunan bagi dosa-dosa mereka.

Di antara permaafan dan pengampunan-Nya adalah bahwa seandainya seorang Mukmin datang menghadap-Nya di akhirat nanti dengan membawa dosa sepenuh bumi, tapi dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan memberikan pada hamba-Nya itu pengampunan yang sepenuh bumi (pula) [16].[17]

Di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa perbuatan baik dan amalan shaleh bisa menghapuskan perbuatan buruk dan dosa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk [Hûd/11:114]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ikutkanlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan perbuatan buruk tersebut. [18]

Demikian juga di antara bentuk permaafan-Nya adalah bahwa semua musibah yang menimpa pada diri seorang hamba, anak maupun hartanya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya, khususnya jika hamba itu mengharapkan pahala dari musibah tersebut dan bersikap bersabar serta ridha (dengan takdir Allah Azza wa Jalla terhadap dirinya).

Dan di antara bentuk permaafan-Nya yang agung adalah bahwa hamba-Nya yang selalu menentang perintah-Nya dengan melakukan berbagai macam maksiat dan dosa besar, tapi Dia selalu berlaku lembut dan memberikan maaf-Nya kepadanya, kemudian dia melapangkan dada hamba-Nya itu untuk bertobat kepada-Nya, dan Dia pun menerima taubatnya. Bahkan Allah Azza wa Jalla bergembira dengan taubat hamba-Nya, padahal Allah Azza wa Jalla Maha Kaya lagi Maha Terpuji, tidak akan memberi manfaat bagi-Nya ketaatan orang-orang yang taat, sebagaimana tidak akan merugikan-Nya kemaksiatan orang-orang yang berbuat maksiat . [19]

PENUTUP
Sesungguhnya pintu-pintu permaafan dan pengampunan Allah Azza wa Jalla senantiasa terbuka lebar. Allah Azza wa Jalla senantiasa bersifat Maha Pemaaf dan Pengampun. Sungguh, Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan pengampunan dan permaafan bagi orang-orang yang mengerjakan sebab-sebabnya, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Dan sesungguhnya Aku benar-benar Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shaleh kemudian tetap di jalan yang benar [Thâhâ/20:82][20]

Demikianlah, semoga Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada kita permaafan-Nya dan memuliakan kita dengan pengampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Mu'jamu maqâyîsil lughah 4/45
[2]. An-Nihâyah fî gharîbil hadîts wal atsar 3/524
[3]. Al-Qamûs al-Muhîth hlm. 1693
[4]. Kitab Fiqhul asmâ-il husna hlm. 142
[5]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 388
[6]. HR at-Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Mâjah (no. 3850), dinyatakan shahîh oleh Syaikh al-Albâni.
[7]. Lihat kitab Faidhul Qadîr 2/239
[8]. Lihat kitab Fiqhul asmâ-il husnâ hlm. 142
[9]. Ibid hlm. 143
[10]. HSR al-Bukhâri no. 5748 dan Muslim 2804 dari Abu Mûsâ al-Asy'ari Radhiyallahu anhu.
[11]. Artinya: tobat yang murni untuk mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla semata-mata, yang mencakup semua dosa, yang tidak disertai keragu-raguan dan sikap bersikeras pada perbuatan dosa tersebut.
[12]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 143
[13]. Ibid hlm. 145
[14]. HSR al-Bukhâri no. 7068 dan Muslim no. 2758
[15]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 145
[16]. Sebagaimana yang disebutkan dalam HSR Muslim no. 2687, at-Tirmidzi no. 3540 dll.
[17]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 103
[18]. HR at-Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albâni.
[19]. Lihat kitab Fiqhul asmâil husnâ hlm. 144
[20]. Ibid hlm. 145

Senin, 15 September 2014

Perpajakan Lanjutan (Tugas 2 - GANJIL 2014/15 - UNB)





Klik Soal disini

Nasihat Emas..................


Nasihat Emas Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani




Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali.

Beberapa Nasehat Beliau ;

"Janganlah berbuat bid'ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Tuhanmu 'Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid'ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir'aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47).

"Ber-ittiba'lah dan jangan berbuat bid'ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa". (Al Sya'rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129).

"Hendaklah kalian ber-ittiba' dan tidak berbuat bid'ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4).

"Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi tauhid dan jangan menyekutukan Dia". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 2).

Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata; Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam- bersabda : "Barangsiapa berbuat sesuatu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatnnya tertolak. Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur'anlah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 36).



Follow me  :  @mutiarahma09
FB   :   Krisna Dwi

Indahnya Kesabaran .....................

Kesabaran Syaikh Abdul Qadir Al Jaelani Dalam Menuntut Ilmu



Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata dalam kitabnya Dzailu Thabaqatil Hanabilah,I:298, tentang biografi Imam Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah (wafat tahun 561 H.), “Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena melambungnya harga yang terjadi di Baghdad membuatku tidak makan selama berhari-hari. Aku hanya bisa memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untukku makan.

Suatu hari, karena saking laparnya, aku pergi ke sungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau selainnya yang bisa ku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang telah mendahuluinya. Ketika aku mendapatkannya,maka aku melihat orang-orang miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.

Aku pulang dan berjalan di tengah kota. Tidaklah aku melihat sisa makanan yang terbuang, melainkan ada yang mendahuluiku mengambilnya. Hingga, aku tiba di Masjid Yasin di pasar minyak wangi di Baghdad. Aku benar-benar kelelahan dan tidak mampu menahan tubuhku. Aku masuk masjid dan duduk di salah satu sudut masjid. Hampir saja aku menemui kematian. Tib-tiba ada seorang pemida non Arab masuk ke masjid. Ia membawa roti dan daging panggang. Ia duduk untuk makan. Setiap kali ia mengangkat tangannya untuk menyuapkan makanan ke mulutnya, maka mulutku ikut terbuka, karena aku benar-benar lapar. Sampai-sampai, aku mengingkari hal itu atas diriku. Aku bergumam, “Apa ini?” aku kembali bergumam, “Disini hanya ada Allah atau kematian yang telah Dia tetapkan.”.

Tiba-tiba pemuda itu menoleh kepadaku, seraya berkata, “Bismillah, makanlah wahai saudaraku.” Aku menolak. Ia bersumpah untuk memberikannya kepadaku. Namun, jiwaku segera berbisik untuk tidak menurutinya. Pemuda itu bersumpah lagi. Akhirnya, akupun mengiyakannya. Aku makan dengan tidak nyaman. Ia mulai bertanya kepadaku, “Apa pekerjaanmu? Dari mana kamu berasal? Apa julukanmu?” Aku menjawab, “Aku orang yang tengah mempelajari fiqih yang berasal dari Jailan bernama Abdul Qadir. Ia dikenal sebagai cucu Abdillah Ash-Shauma ‘I Az-Zahid?” Aku berkata, “Akulah orangnya.”.

Pemuda itu gemetar dan wajahnya sontak berubah. Ia berkata, “Demi Allah, aku tiba di Baghdad, sedangkan aku hanya membawa nafkah yang tersisa milikku. Aku bertanya tentang dirimu, tetapi tidak ada yang menunjukkanku kepadamu. Bekalku habis. Selama tiga hari ini aku tidak mempunyai uang untuk makan, selain uang milikmu yang ada padaku. Bangkai telah halal bagiku (karena darurat). Maka, aku mengambil barang titipanmu, berupa roti dan daging panggang ini. Sekarang, makanlah dengan tenang. Karena, ia adalah milikmu. Aku sekarang adalah tamumu, yang sebelumnya kamu adalah tamuku.”.

Aku berkata kepadanya, “Bagaimana ceritanya?” Ia menjawab, “Ibumu telah menitipkan kepadaku uang 8 dinar untukmu. Aku menggunakannya karena terpaksa. Aku meminta maaf kepadamu.” Aku menenangkan dan menenteramkan hatinya. Aku memberikan sisa makanan dan sedikit uang sebagai bekal. Ia menerima dan pergi.”.

Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama,


Follow me  :  @mutiarahma09
FB             :  Krisna Dwi

Analisa Laporan Keuangan (Tugas 2 - GANJIL 2014/15 - UNB)





Klik Soal disini

Belajarlah Mencintai Jilbabmu....................





Duhai jilbab yang masih terlipat, jadilah perisai dan tabir untuk diriku,
Mengukir simbol kehormatan dan kesucianku, Menjelmalah laksana rumah berjalan untukku, Dan kusematkan setangkai cinta untukmu..

Saudariku, jadikanlah jilbab seperti bagian dari dirimu, yang jika tanpanya, engkau merasa tidak sempurna. Jadikanlah dia penutup auratmu yang lebih baik dari sekedar pakaianmu. Jadikanlah dia sebagai lambang rasa malumu yang akan memancarkan wibawamu. Jadikanlah dia sebagai simbol kehormatan dan kesucianmu yang harus engkau jaga sebaik-baiknya. Maka dengan begitu, engkau akan mencintainya tanpa engkau sadari bahwa engkau telah mencintainya.

 

Yang Cantik yang Berjilbab
Tak ada ajaran yang lebih memuliakan wanita daripada Islam
Dalam Islam, wanita ditempatkan sebagai makhluk yang sangat mulia. Dan Islam sangat menjaga kehormatan juga kesucian seorang wanita. Namun, di belantara fitnah saat ini, wanita yang berkomitmen untuk menjaga kesucian dirinya karena masih menjadi kaum minoritas, seringkali mendapat cemoohan, sindiran, dan cibiran dari kaum mayoritas yang awam. Bahkan, ada yang menyebut dirinya sebagai kaum feminis yang –dengan tidak disadari oleh akal sehatnya– telah menjerumuskan kaum wanita kepada lembah kehinaan yang bersampul keadilan. Wal’iyyadzubillah.

Mereka berteriak-teriak di jalanan, di media-media massa dan elektronik mengenai kesetaraan gender, keadilan terhadap hak asasi manusia, dan harkat serta martabat kaum wanita. Mereka menginginkan para wanita mereka berpakaian seronok supaya diterima oleh masyarakat –yang rusak akalnya–, mereka mencoba mengafiliasi budaya barat dengan budaya timur agar mereka dinobatkan sebagai wanita modern, wanita masa kini, wanita fashionable.

Ketahuilah olehmu wahai saudariku, mereka inilah setan berwujud manusia yang pernah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia…” (Qs. Al-An’aam: 112). Allah Ta’ala memaksudkan perkataan yang indah dalam ayat di atas adalah perkataan yang sebenarnya bathil, tetapi pemiliknya menghiasi perkataan tersebut semampunya, kemudian melontarkannya kepada pendengaran orang-orang yang tertipu, sehingga akhirnya mereka terpedaya. (Terj. Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ hal. 225).

Wanita shalihah yang kecantikannya ibarat mutiara yang terbenam dalam lumpur, masih menjadi kaum minor di kalangan masyarakat yang sudah mulai terpengaruh dengan eksistensi kaum liberal, permisif dan hedonis masa kini. Merekalah para wanita perindu Surga yang selalu nyaman tinggal di istananya. Merekalah para bidadari yang bersembunyi di balik tabir, kain longgar, dan lebarnya kerudung. Ketika orang mendatanginya, ia begitu khawatir jika keindahannya terlihat, dan dia tidak mungkin menjumpai tamunya dalam busana ala kadarnya yang bisa menampakkan ‘simpanan berharga’nya. Mereka masih dan akan selalu menjadi misteri bagi para lelaki asing di luar sana. Tetapi mereka berubah bagai bidadari jika bertemu dengan kekasih hati yang telah menjadi suaminya.

Tahukah engkau siapa kekasih hati sang bidadari..?
Hanyalah lelaki shalih yang berani mendamba dirinya dan hanya lelaki shalih yang memiliki nyali mempersuntingnya sekaligus meminangnya menjadi belahan hati. Sedangkan lelaki hidung belang, miskin agama, dan kurang bermoral hanya akan mendekati ‘daging-daging’ yang dijual bebas di pasaran. Para wanita yang menjajakan dirinya di pinggir-pinggir jalan, di mal-mal, di tempat-tempat dugem, dan yang sejenisnya. Sekalipun mereka tidak merasa atau tidak berniat ‘menjual diri’ mereka, akan tetapi pada hakikatnya –jika mereka mau menyadari–, merekalah ‘mangsa’ empuk para serigala manusia yang kelaparan. Maka saudariku, manakah yang lebih engkau sukai, si cantik yang diobral murah? Ataukah si shalihah yang penuh rahasia?.

Fenomena Jilbab Gaul, Berpakaian Tapi Telanjang
Belakangan ini, merebak trend jilbab gaul atau kudung gaul. Anggotanya mulai dari anak-anak remaja hingga ibu-ibu yang aktif dalam berbagai kegiatan pengajian. Kalau mereka ditanya, “Jilbab apa ini namanya?” Mereka akan menjawab dengan dengan pede-nya, “Jilbab gaul..!”.

Jilbab gaul ini digandrungi karena alasan modisnya. Peminatnya adalah para wanita yang sudah terlanjur berjilbab tapi tetap ingin tampil modis dan trendi. Mereka ingin celana jeans, kaos-kaos ketat dan pakaian-pakaian minim mereka masih bisa terpakai, meskipun mereka sudah berjilbab. Walhasil, para desainer kawakan yang minim akan ilmu agama, mencoba mengotak-atik ketentuan jilbab syar’i dan mewarnainya sesuka hati dengan berkiblat kepada trend mode di wilayah barat. Mereka tidak segan-segan membawakan semboyan, “Jilbab modis dan syar’i” atau “Jilbab muslimah masa kini, modis dan trendi” atau semboyan-semboyan lain yang membuat kacau pikiran dan hati para gadis remaja.

Sekarang, mari kita simak peringatan yang pernah disampaikan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Ada dua golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu (1, -ed) suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor-ekor sapi betina yang mereka pakai untuk mencambuk manusia; (2,-ed) wanita-wanita yang berpakaian (namun) telanjang, yang kalau berjalan berlenggak-lenggok menggoyang-goyangkan kepalanya lagi durhaka (tidak ta’at), kepalanya seperti punuk-punuk unta yang meliuk-liuk. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak dapat mencium bau wanginya, padahal bau wanginya itu sudah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2128) dan Ahmad (no. 8673). dari jalan Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Siapakah itu wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang?
Mereka adalah para wanita yang pakaiannya tipis, transparan dan ketat, sehingga kemolekan tubuhnya terlihat. Mereka berpakaian secara zhahir (nyata), namun sebenarnya mereka bertelanjang. Karena tidak ada bedanya ketika mereka berpakaian maupun ketika mereka tidak berpakaian, sebab pakaian yang mereka kenakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yakni menutupi aurat. Dan mereka adalah wanita-wanita yang menyimpang dari keta’atan kepada Allah dalam hal menjaga kemaluan serta menutupi diri mereka dari para lelaki yang bukan mahramnya. (Terj. Al-Jannatu Na’iimuhaa wat Thariiqu Ilaiha Jahannamu Ahwaaluhaa wa Ahluhaa hal. 101-103).

Nah saudariku…
Tentu engkau tidak ingin menjadi salah satu wanita yang disebutkan dalam hadits di atas bukan? Tentu engkau ingin menjadi wanita penghuni Surga yang jumlahnya hanya sedikit itu bukan? Jadi jangan sampai kehabisan tempat. Persiapkanlah tempatmu di Surga nanti mulai dari sekarang!.

Akhirnya…
Apabila Allah telah mengadakan suatu ketentuan, maka sudah pasti dalam ketentuan itu terkandung kebaikan yang amat besar. Maka dengan meragukan ketentuan dan perintah-Nya, engkau telah melewatkan banyak kebaikan yang seharusnya engkau dapatkan. Coba engkau simak firman Allah yang berbunyi, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36).

Saudariku…
Alasan apapun yang masih tersimpan dihatimu untuk tidak melaksanakan perintah berjilbab ini, janganlah engkau dengarkan dan engkau turuti. Semua itu hanyalah was-was setan yang dihembuskannya ke dalam hati-hati manusia, termasuk ke dalam hatimu. Bersegeralah menuju jalan ketakwaan, karena dengan begitu engkau akan melihat sosok lain yang jauh lebih baik dari dirimu pada hari ini. Engkau akan dengan segera mendapati rentetan kasih sayang Allah yang tidak pernah engkau sangka-sangka sebelumnya. Jadi, apa lagi yang kau tunggu? Bentangkanlah jilbabmu dan tutupilah cantikmu.

Belajarlah menghargai dirimu sendiri dengan menjaga jilbabmu, maka dengan begitu orang lain pun akan ikut menghargai dirimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya,“Barang siapa di antara kalian mampu membuat perlindungan diri dari api Neraka meskipun hanya dengan sebiji kurma, maka lakukanlah.” (Hadits shahih. Lihat Shahih Al-Jaami’ (no. 6017). Dari jalan ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu).

Demikianlah saudariku…
Ku susun risalah ini sebagai bentuk kasih sayang terhadapmu sembari terus berdo’a semoga Allah membuka hatimu untuk menerima ‘kado istimewa’ ini dengan ikhlas. Bukan karena apa maupun karena siapa, tapi karena semata-mata engkau mengharapkan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap dirimu.

Semoga risalah yang hanya mengharap Wajah Allah ini dapat mengetuk pintu yang tertutup dan membangunkan nurani yang lama tertidur lelap, sehingga membangkitkan semangat untuk bersegera menuju ketaatan kepada Allah. Semoga Allah memasukkan dirimu, diriku, dan seluruh kaum muslimin yang berpegang teguh dalam tali agama Allah ke dalam golongan orang-orang yang ditunjuki jalan yang lurus.

Wallahul musta’an.

Follow me  : @mutiarahma09
FB              :  Krisna Dwi 

Keagungan ILMU ...................





Allah ta’ala berfirman (yang artinya), 

Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” 
(QS. Fathir: 29).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka akan dipahamkan dalam urusan agama.” 
(HR. Bukhari dan Muslim).
  • Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Umat manusia jauh lebih banyak membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Sebab makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau dua kali saja. Adapun ilmu, ia dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”
     
  • Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Yang dimaksud ilmu adalah yang di dalamnya terkandung ucapan Qaala -yaitu Allah berfirman- dan haddatsana -yaitu Nabi bersabda-.” 
     
  • Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ilmu adalah mengenal petunjuk dengan landasan dalilnya.”
     
  • Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan.”
  • Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ilmu bukanlah semata-mata dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi ilmu itu adalah rasa takut -kepada Allah-.”
     
  • Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Semua pujian yang disebutkan di dalam al-Qur’an maka itu semua adalah buah daripada ilmu. Demikian juga, semua celaan yang disebutkan di dalamnya itu semua merupakan buah dari kebodohan.”
     
  • Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu akan terus dianggap sebagai orang yang jahil/bodoh selama belum mengamalkan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkannya maka barulah dia benar-benar menjadi orang yang alim/berilmu.”
     
  • ad-Daruquthni rahimahullah berkata, “Pada awalnya kami dahulu menuntut ilmu tidak murni karena Allah. Akan tetapi ilmu itu enggan kecuali memaksa -kami- untuk ikhlas karena Allah.”
     
  • Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah darimana kalian mengambil agama kalian.”
     
  • adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Adapun pada hari ini -di masa beliau-, tidaklah tersisa ilmu yang sedikit -diketahui manusia- itu kecuali sedikit sekali, yang ada pada segelintir orang saja. Sedangkan di antara segelintir orang itu betapa sedikit yang mengamalkan ilmu yang sedikit itu. Maka cukuplah bagi kita Allah sebagai tempat bergantung dan Dialah sebaik-baik penolong.”
     
  • ad-Darimi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu tidak bisa diperoleh semata-mata dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi ia adalah cahaya yang diberikan oleh Allah ke dalam hati. Adapun syaratnya adalah komitmen untuk mengikuti -Sunnah-, meninggalkan hawa nafsu dan tidak mereka-reka ajaran baru/bid’ah.”
     
  • Sebagian salaf berkata, “Apabila berlalu suatu hari sementara aku tidak mendapatkan tambahan ilmu, maka itu artinya aku tidak mendapatkan berkah pada hari itu.”
     
  • Sulaiman at-Taimi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya mata apabila dibiasakan untuk tidur maka ia akan terbiasa melakukannya. Dan apabila ia dibiasakan untuk begadang, maka ia juga akan terbiasa.”
     
  • Suatu ketika Imam Ahmad ditanya apakah boleh seseorang meletakkan kitab-kitab di bawah kepalanya. Maka beliau berkata, “Kitab apa maksudnya?”. Dijawab, “Kitab hadits.”Maka beliau berkata, “Apabila dia khawatir kitabnya itu dicuri maka tidak mengapa. Akan tetapi jika dijadikan sebagai bantal, maka tidak.”


    Follow Me  :  @mutiarahma09
    FB    : Krisnda Dwi 

ILMU........ vs .........HARTA



Keutamaan ilmu atas harta dapat diketahui dari beberapa segi:
  • Pertama :  Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan para raja dan orang-orang kaya.
  • Kedua :  Ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta menjaga hartanya.
  • Ketiga :  Ilmu adalah penguasa atas harta, sedangkan harta tidak berkuasa atas ilmu.
  • Keempat :  Harta akan habis dengan dibelanjakan, sedangkan ilmu akan bertambah jika diajarkan.
  • Kelima :  Apabila meninggal dunia, pemilik harta akan berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu akan masuk bersamanya ke dalam kubur.
  • Keenam :  Harta dapat diperoleh orang-orang mukmin maupun kafir, orang baik maupun orang jahat. Sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya dapat diperoleh orang-orang yang beriman.
  • Ketujuh :  Orang yang berilmu dibutuhkan oleh para raja dan selain mereka, sedangkan pemilik harta hanya dibutuhkan oleh orang-orang miskin.
  • Kedelapan : Jiwa akan mulia dan bersih dengan mengumpulkan ilmu dan berusaha memperolehnya -hal itu termasuk kesempurnaan dan kemuliaannya- sedangkan harta tidak membersihkannya, tidak menyempurnakannya bahkan tidak menambah sifat kemuliaan.
  • Kesembilan :  Harta itu mengajak jiwa kepada bertindak sewenang-wenang dan sombong, sedangkan ilmu mengajaknya untuk rendah hati dan melaksanakan ibadah.
  • Kesepuluh :  Ilmu membawa dan menarik jiwa kepada kebahagiaan yang Allah ciptakan untuknya, sedangkan harta adalah penghalang antara jiwa dengan kebahagiaan tersebut.
  • Kesebelas :  Kekayaan ilmu lebih mulia daripada kekayaan harta karena kekayaan harta berada di luar hakikat manusia, seandainya harta itu musnah dalam satu malam saja, jadilah ia orang yang miskin, sedangkan kekayaan ilmu tidak dikhawatirkan kefakirannya, bahkan ia akan terus bertambah selamanya, pada hakikatnya ia adalah kekayaan yang paling tinggi.
  • Kedua belas :  Mencintai ilmu dan mencarinya adalah pokok segala ketaatan, sedangkan cinta dunia dan harta dan mencarinya adalah pokok segala kesalahan.
  • Ketiga belas :  Nilai orang kaya ada pada hartanya dan nilai orang yang berilmu ada pada ilmunya. Apabila hartanya lenyap, lenyaplah nilainya dan tidak tersisa tanpa nilai, sedangkan orang yang berilmu nilai dirinya tetap langgeng, bahkan nilainya akan terus bertambah.
  • Keempat belas :  Tidaklah satu orang melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala, melainkan dengan ilmu, sedangkan sebagian besar manusia berbuat maksiat kepada Allah lantaran harta mereka.
  • Kelima belas :  Orang yang kaya harta selalu ditemani dengan ketakutan dan kesedihan, ia sedih sebelum mendapatkannya dan merasa takut setelah memperoleh harta, setiap kali hartanya bertambah banyak, bertambah kuat pula rasa takutnya. Sedangkan orang yang kaya ilmu selalu ditemani rasa aman, kebahagiaan, dan kegembiraan.
Wallaahu a'lam.


Follow me :  @mutiarahma09
Fb :    Krisna Dwi


Kesabaran Butuh Keikhlasan....................


Bismillaahirrahmaanirrahiim.








Para ulama menjelaskan bahwa sabar ada 3 jenis:

  • Sabar dalam ketaatan
  • Sabar dari kemaksiatan
  • Sabar dalam menghadapi musibah

Namun kita tidak boleh lupa bahwa sabar itu juga ada 3 tingkatan:
  • Sabar lillah (الصبر لله)
  • Sabar billah (الصبر بالله)
  • Sabar ma'allah (الصبر مع الله)

- Sabar lillah maksudnya sabar yang ikhlas karena Allah, baik sabar dalam ketaatan, sabar dari kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi musibah.

Dalilnya: Allah berfirman:

و لربك فاصبر

"Dan untuk Rabb-mu bersabarlah." (QS. Al-Muddatstsir: 7).

- Sabar billah maksudnya sabar dengan memohon pertolongan dari Allah. Kita tidak mungkin bisa bersabar kecuali dengan meminta pertolongan dari Allah. Allah berfirman:

و اصبر و ما صبرك إلا بالله

"Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan dari Allah." (QS. An-Nahl: 127).

- Sabar ma'allah maksudnya selalu bersabar apapun keadaannya karena dia yakin Allah mengawasinya. Ini merupakan tingkatan yang tertinggi. Allah berfirman:

إن الله مع الصابرين

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)

  • Perlu dicatat, bahwa seseorang tidak akan mencapai ke tingkatan sabar ma'allah, kecuali dengan meminta pertolongan-Nya (sabar billah). Dan sabar billah tidak mungkin dicapai kecuali jika ia mengikhlaskan kesabarannya karena Allah (sabar lillah).

Jadi, kesabaran pun butuh keikhlasan.
Semoga Allah memberi kita keikhlasan dalam setiap amal kita, baik yang tampak maupun tak tampak.

Wa shallallaahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad.

(disarikan oleh Abu Yazid Nurdin dari dars syaikh Muhammad bin 'Ali Asy-Syinqithi dan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid -hafizhahumallaah-).


 Follow me  :  @mutiarahma09
Fb               :  Krisna Dwi

Sabtu, 13 September 2014

Akuntansi Biaya (Tugas 2 - Ganjil 2014/15 UNB)




Klik Soal disini

Sifat - Sifat Wanita Sholehah..............

 
 
Sulitnya menjadi "Wanita Solehah" seperti Siti Khodijah, Fatimah, Maryam, Aisyah di zaman Rasulullah.menjadikan panutan Qita untuk belajar & berusaha menjadi lebih baik...Insyaallah, semoga Qita termasuk dalam bagian wanita solihah. Amien yaa robball alamin

.¸.•´¸.•*¨)
(¸.•´ (¸.•´  Bismillahi Rohman Nirrohim, 
(¸.•´



Apa yang sering diangan-angankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi pendamping hidupnya? Cantik, kaya, mempunyai kedudukan dan kerjaya yang bagus, serta taat  pada suami. Inilah keinginan yang banyaknya muncul. Satu keinginan yang lebih tepat disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat demikian.

Seorang Muslim yang soleh, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki isteri  yang pandai meletakan diri untuk menjadi naungan ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari sukarnya kehidupan di luar. Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang soleh yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.

Demikian harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya. Namun tentunya apa yang menjadi dambaan seorang Muslim ini tidak akan terwujud dengan baik terkecuali apabila wanita yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah wanita solehah. Kerana  hanya wanita solehah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam suka mahupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya untuk taat kepada Allah. Hanya dalam diri wanita solehah  tertanam akidah  tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang kuat lagi guna menyiapkan generasi Islam yang diredhai Ar-Rahman.
Sebaliknya, apabila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak terdidik dalam agama dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam daging dan musuh dalam selimut bagi si suami. Akibatnya rumah tangga selalu sarat dengan kesukaran, keributan, dan perselisihan. Isteri  seperti inilah yang sering dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang berkata: “Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia selalu menyakitiku.”

Duhai kiranya wanita itu tahu betapa besar hak suaminya,  duhai kiranya dia tahu akibat yang akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya….! Namun dari mana pengetahuan dan kesedaran itu akan didapatkan apabila dia jauh dari pengajaran dan bimbingan agamanya yang hak?

Keutamaan Wanita Solehah

Abdullah bin Amr  meriwayatkan sabda Rasulullah s.a.w.:

“Sesungguhnya dunia itu  adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita solehah .” (Hadis Riwayat. Muslim no. 1467).
Rasulullah s.a.w. bersabda kepada Umar ibnul Khathab r.a.:

“Mahukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, iaitu isteri  solehah  yang apabila dipandang akan menyenangkannya, apabila diperintah akan mentaatinya, dan apabila ia bepergian si isteri  ini akan menjaga dirinya.” (Hadis Riwayat Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil t berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

Berkata Al-Qadhi Iyyadh: “Tatkala Nabi  menerangkan kepada para sahabatnya bahawa  tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi khabar gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih kekal iaitu  isteri  yang solehah  yang cantik (lahir batinnya) kerana  ia akan selalu bersamamu menemanimu. Apabila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan keperluan apabila engkau memerlukannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahsiamu. Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan apabila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara dan mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)

Rasulullah s.a.w.  pernah pula bersabda:
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, iaitu  wanita (isteri ) yang solehah, tempat tinggal yang luas dan lapang, tetangga yang  soleh, dan tunggangan (kenderaan) yang nyaman. Dan  empat perkara yang merupakan kesengsaraan iaitu  tetangga yang buruk, isteri  yang jelik (tidak solehah ), kenderaan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang sempit.” (Hadis Riwayat  Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, disahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282).

Ketika Umar ibnul Khaththab bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau  menjawab:
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir dan isteri  mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (Hadis Riwayat  Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Albani t dalam Shahih  Ibnu Majah no. 1505).

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita solehah  dengan anjuran Rasulullah  bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Baginda bersabda:
“Wanita itu dinikahi kerana  empat perkara iaitu  kerana  hartanya, kerana  keturunannya, kerana  kecantikannya, dan kerana  agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466).

Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan perkhabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut. Demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi. Namun zahir hadis ini menunjukkan boleh menikahi wanita kerana  salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita kerana  agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164).

Al-Hafiz Ibnu Hajar  berkata: “Yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (isteri ). Maka Rasulullah  memerintahkan untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)

Al-Imam An-Nawawi  berkata: “Dalam hadis ini ada anjuran untuk berteman atau bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu kerana  ia akan mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerosakan  mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52).

Sifat-sifat Isteri  Solehah

Allah SWT  berfirman: “Wanita (isteri ) solehah  adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikeranakan Allah telah memelihara mereka.” (Surah An-Nisa: 34)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita solehah  adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di t berkata: “Tugas seorang isteri  adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, kerana  itulah Allah berfirman: “Wanita solehah  adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika  suaminya tidak ada (sedang bepergian), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.”  (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)

Ketika Rasulullah  menghadapi permasalahan dengan isteri -isteri nya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah SWT  menyatakan kepada Rasul-Nya:
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,  mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri -isteri  yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat  dari kalangan janda ataupun gadis.”  (Surah At-Tahrim: 5)

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat isteri  yang solehah  iaitu :
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah SWT.
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat daripada dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah s.a.w. walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah  (dengan mentauhidkannya kerana  semua yang dimaksudkan dengan ibadah kepada Allah  di dalam Al-Quran adalah tauhid, kata Ibnu Abbas).
f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa.  (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
 
 
 
Follow me  :   @mutiarahma09
FB                 :   Krisna Dwi
 

Perpajakan Lanjutan (Tugas 1 - Ganjil 2014/15 UNB)




Klik Soal disini

Jodoh.....? Pasti Allah berikan....




Entah apa yang kurasakan malam ini, sepertinya aku ingin menuliskan sesuatu, menuliskan tentangmu sahabat, sahabatku ini akan segera menyempurnakan diennya. Aku sangat bahagia kala mendengar sahabatku akan menikah karena satu persatu sahabatku akan berubah status, hehe. Tulisan ini aku tujukan untuk lima sahabat yang akan menikah dibulan Juni ini, subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah allahuakbar. Semoga Allah memudahkan segala urusanmu dan menjadikan pernikahanmu yang berkah. Aamiin ya Rabbal’alamin.



Memang setiap dari kita memiliki jalannya masing-masing, seperti halnya dengan rejeki dan jodoh kita. Izinkan saya untuk berbagi pengalaman cerita sahabat yang akan menikah dalam dekat ini. Emmh, sebelumnya mohon maaf kepada lima sahabat saya atas pengalamanmu dalam bertemu dengan tambatan hatimu aku ceritakan di blog pribadiku ini. Nggak apalah yahh.

Ketika itu sahabat menelpon saya, saya pun terkejut mendengarnya, padahal ketika ditanya saat itu beliau bilang belum ada ikhtiar sama sekali semisal (mengajukan biodata diri) kepada murobbi kecuali banya doa. Namun sekarang beliau dimudahkan untuk melaksanakannya lebih cepat dari saya ternyata, hiks..hiks yah memang itu rencana Allah yang terbaik untuk sahabat saya. Alhamdulillah.

Ada lagi ceritanya mereka berdua sudah saling kenal dan sempat bekerja ditempat yang sama, dan orangtuanya pun ikut andil dalam perjodohan mereka, awalnya sempat tidak ada kejelasan namun Allah berkehendak lain akhirnya mereka dipersatukan juga dalam ikatan yang halal, alhamdulillah tapi tetap mengikuti prosedur lewat murobbi yang mempertemukan mereka di tahap perkenalan/ta’aruf.
Nah yang ini sangat aneh, dalam satu kelas mereka tidak saling mengenal cuma cukup tahu aja, dan akhirnya lewat murobbi mereka masing-masing, mereka dipertemukan. Sungguh tak mudah perjalanan mereka karena kata sahabatku, sempat tertunda dan akhirnya disambung lagi, benar kata Afgan kalo “jodoh pasti bertemu” hehe. Beliau akan melangsungkan pernikahannya di Banyuwangi, wahhh jauh banget yah, afwan yahh sobat, saya tidak bisa datang, namun doaku menyertaimu. Aamiin.

Ada lagi kisahnya sahabat baru yang saya kenal ini adalah orang Jember asli Jawa Timur. Aku sangat senang berdiskusi dengan beliau, oya sedikit bocoran beliau pernah mengalami kegalauan yang begitu dalam karena proses ta’aruf yang gagal. Dan beliau sempat hopeless nggak mau diproses lagi katanya, tapi karena rencana Allah itu memang indah diwaktunya akhirnya sahabat baruku ini akan menikah diakhir bulan Juni ini. Dan aku lagi-lagi tidak bisa datang karena lumayan jauhhhh. Hiks.

Oya ada satu lagi, kisah sabahat saya yang satu ini sudah menanti-nanti lama kedatangan idaman hati, namun Allah baru memberikannya sekarang-sekarang dan insya Allah beliau akan menikah diakhir bulan Juni ini. Alhamdulillah dengan sabar maka Allah pasti akan memberikannya jalan keluar.

Ibroh dari pengalaman sahabat saya adalah harus bersabar dan bersyukur dalam menanti, karena memang dari kita nggak ada yang tahu jodoh kita sama siapa, di mana, dan kapan waktunya, tapi yakin dehh setiap orang pasti diberikan yang terbaik sama Allah SWT. Sesuai dengan amal baik kita.

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” (An-Nur: 26).

So yang belum nggak perlu sedih lah yahh apalagi sampai larut dalam kegalauan. Ingatlah rejeki dan jodoh sudah Allah atur, ada di dalam Lauhul Mahfuzh. Ketika sudah siap menurut Allah, pastilah jodoh itu akan datang dengan sendirinya, dari jalan yang tidak terpikirkan oleh kita dan mungkin untuk yang belum saatnya memperbaiki diri dengan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT.

Kalau menurut Ayahku semua sudah memiliki jalannya masing-masing. Mungkin Allah punya kehendak lain. Jadi bersabarlah dulu bagi yang belum, yakinlah Allah pasti akan berikan yang terbaik, mungkin bukan saat-saat ini yang tepat, itu pesan ayah. Subhanallah motivasi ayahku membangkitkan semangatku. Thank You Ayah.
Untuk lima sahabatku tercinta ini ada lagu pas buat kalian dari Brother “Teman Sejati”


Selama ini ku mencari-cari
Teman yang sejati
Buat menemani
Perjuangan suci
Bersyukur kini padaMu Illahi
Teman yang dicari selama ini
Telah kutemui
Dengannya disisi
Perjuangan ini
Senang diharungi
Bertambah murni, kasih Illahi
KepadaMu Allah
Kupanjatkan doa
Agar berbekalan kasih sayang kita
KepadaMu teman
Kupohon sokongan
Pengorbanan dan pengertian
Telah kuungkapkan segala-galanya…
KepadaMu Allah
Kupohon restu
Agar kita kekal bersatu
Kepadamu teman
Teruskan perjuangan
Pengorbanan dan kesetiaan
Telah kuungkapkan segala-galanya…
Itulah tandanya
Kejujuran kita


Sahabat ini doaku untukmu “Barakallahu laka wabaraka ‘alaika wa jama’a bainakumaa fii khaiir” Mudah-mudahan Allah memberkahi untukmu, memberkahi atasmu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan. Aamiin Ya Rabbal’alamin

Analisa Laporan Keuangan (Tugas 1 - Ganjil 2014/15 UNB)




Klik Soal disini

Menjaga Hati dengan Hati..............





Ada manusia yang Allah ciptakan hatinya lembut sekali; sehingga mudah memperhatikan sesuatu yang baik baginya dengan sedalam-dalam perhatian. Seakan banyak dari sesuatu di dunia ini adalah kekasihnya. Ketika temannya diterpa musibah, ia adalah orang pertama yang mendoakan kebaikan, bahkan mendahului doa-doa sang korban.

Tiap-tiap manusia Allah citakan berbeda kualitas kelembutan hatinya. Jangan dipungkiri bahwa ada pula manusia yang Allah berikan tabiat hati meninggi, keras dan angkuh. Bisa disebabkan keturunan, bisa pula karena lingkungan. Karena itu, sungguh ada orang muslim berilmu yang keras hatinya, padahal ia tahu agamanya melarang itu. Dan ada orang Budha yang lembut hatinya [dalam bermu'amalah sesama manusia], padahal ajaran Islam sempurna mengatur hati. Budhisme tidak.

Akhir Ramadhan kemarin, saya sempat menonton kajian Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Kala itu temanya adalah 10 hari terakhir Ramadhan. Kukatakan padamu bahwa beliau adalah syaikh besar, dai besar, yang tidak pernah sekalipun ku ketahui menangis di hadapan audiens. Baik itu di kajian masjid, kampus-kampus atau televisi. Di kajian bertema 10 hari terakhir Ramadhan itu, saya menatap muka beliau lekat-lekat. Setelah muqaddimah [hamdalah dan shalawat], beliau memulai menyebut beberapa dalil tentang hari-hari terakhir Ramadhan. Saya melihat langsung dan merasakan seakan perasaan ini tepat, beliau sedang menahan tangisan. Sulit memang dilukiskan dengan kalimat. Tetapi, saya benar-benar merasakan syaikh Al-Munajjid sedang menahan sesuatu yang ingin menyeruak keluar.

Beberapa minggu sebelum Ramadhan kemarin,
saya mendapat kabar orang tua [ibu kandung] Syaikh Mus'ad meninggal. Syaikh Mus'ad adalah dai Mesir yang pernah mengetuk perasaan saya dengan kajian Risaalah ila Al-Mudarrisnya di akhir tahun 2010. Beliau berwajah teduh, berjenggot lebat, besarnya melebihi kepala bahkan. Tidak pernah sekalipun ia menangis di kajiannya. Yang tersering adalah tersenyum. Manusia mencintainya karena wajah yang ramah dan kalimat-kalimat tulus.

Ketika itu, saya menyaksikan rekaman kajian beliau di YouTube yang terbaru, berjudul Risaalah ila Ummy [Risalah Untuk Ibuku] di channel Ar-Rahmah. Kajian itu bertepatan pada 2 hari setelah wafat ibu kandungnya. Di menit ke sekian, tiba-tiba tangisannya membuncah begitu saja. Mengalir air mata begitu saja. Tubuhnya gemetar begitu saja. Ia menangis sekian detik setelah sebelumnya mengatakan kira-kira, "Telah wafat ibuku 2 hari yang lalu, dan telah tertutup bagiku satu pintu surga yang takkan terbuka lagi."


Demi Sang Muqallib Al-Quluub, pemandangan sederhana itu sangat mengena buat saya. Sehingga terkadang ketika saya mengingat ibu kandung sendiri atau menulis sesuatu tentang orang tua, saya teringat beliau dan tangisannya yang hanya sekian detik tertumpah namun tumpahannya sangat membekas.
Sesungguhnya jika setiap dai menasihati dengan hati, maka pasti ada hati-hati yang terketuk dan merunduk. Kau tahukah, kenapa banyak penolakan dan pembangkangan terhadap nasihatmu? Karena mungkin timing nya tidak tepat, atau akhlakmu yang cacat, namun yang termungkin adalah karena hatimu tidak ikut serta dalam merangkai kalimat.

Kenapa seorang ibu seringkali lebih didengar nasihatnya dibanding seorang ayah? Kenapa ibu lebih berpotensi dan mahir mendidik anaknya? Karena ibu mengelus hati anak dengan hati, bukan dengan wibawa maupun gengsi.
Dosenku dari Mesir, Al-Basyiry di era 2008 dahulu, pernah berujar, "Jika engkau menasehati saudaramu dengan hati atau langsung dari hati, maka nasehatmu akan sampai ke hati saudaramu itu."

Dosenku yang lain di kemarin hari, Syaikh At-Turky, berujar, "Tahukah kalian apa bedanya menasehati dengan cinta dan menasehati tanpa cinta? Menasehati dengan cinta adalah kelembutan, harapan, kasih sayang dan doa. Sedangkan menasehati tanpa cinta adalah cacian, makian dan perendahan."
Yang pertama dilakukan untuk mengerahkan hati yang tulus adalah mempertulus hati dan mengikhlaskannya demi keridhaan Allah. Karena saya menulis ini di Facebook, maka saya berikan gambaran soal yang nyata dan saya yakin itu pernah terjadi padamu:
Kau pernah menulis sebuah status yang bermanfaat untuk selainmu, tanyakan diri sendiri dan ingat-ingat mana status yang benar-benar MURNI terbangun di atas keikhlasan dan mana status yang sekadar ingin menulis saja. Ingat-ingat lagi. Ketika sudah ingat yang mana, maka ingat kemudian bagaimana manusia menanggapi statusmu. Terkadang ada status yang sederhana tapi bermanfaat dan kau ikhlaskan itu demi Allah, namun banyak orang mendapatkan manfaat dan tercerahkan. Ada pula status panjang yang dibuat-buat indah namun justru seakan semua orang lari darinya.

Fikirkan bahwa ketika kau mencintai manusia karena kecintaanmu terhadap Allah, maka dengan mudah Dia akan membukakan hati-hati untuk menerima dan mencintaimu sebaliknya. Maka, cintailah saudaramu, temanmu, umat dan bangsa karena kecintaanmu terhadap Allah. Sesungguhnya nama-nama kelompok, nama-nama orang besar secara hakikat bukanlah yang membuka hati terkunci. Tetapi Allah-lah yang membukanya.

Maka, eluslah hati manusia dengan hatimu yang juga manusia. Baik itu dengan akhlakmu, tutur sapamu, indah bahasamu, teduh tatapanmu, baik tulisanmu atau dengan sederhananya pemberianmu.
dan...
Hidupmu...inspirasimu...hidupmu...inspirasi untuk selainmu...maka lihatlah ayat-ayat, di sanalah berjuta inspirasi untukmu.



Follow me  :  @mutiarahma09
FB                 :  Krisna Dwi