Kukenal dia ketika aku semester awal S1 di fakultas Ekonomi pada
salah satu Universitas Swasta terbesar di kotaB
Nisa, itulah namanya, kesan pertama yang kudapatkan tentangnya.
Subhanallah Allah menganugrahkan keelokan padanya dengan mengindahkan
rupanya. Nisa gadis yang sangat cantik, kulitnya putih bersih, wajah
yang begitu sempurna dengan tahi lalat di matanya. Bola mata yang indah
dengan pancaran kecerdasan yang begitu jelas.
Dia juga sangat wangi, wangi yang sangat lembut, yang sampai sekarang
masih mampu kuingat. Penampilannya sama dengan teman-teman kuliahku,
jilbab kecil yang dililit atau dipeniti dengan sangat rapi, dia sangat
suka menggunakan jilbab merah dan pink, sangat cocok dengan kulitnya
yang putih.
Awalnya aku hanya mampu mengaguminya sebagai teman yang cantik dan
pintar. Namun aku tak begitu tertarik untuk mengenalnya lebih jauh.
Bukannya aku minder, namun pola pikir kami yang kurasa berbeda. Selain
itu aku mendengar dari beberapa temanku, kalau Nisa anaknya sombong dan
individualis. Padahal kegiatan dikampus terutama di Laboratorium
membutuhkan kerjasama dalam team dan kelompok. Ada pula yang mengatakan
kalau dia sok pinter dan gak mau disaingi.
Hal ini yang membuatku agak enggan mengenalnya lebih jauh. Hal
lainnya karena aku seorang akhwat, selain dunia kampus, akupun
disibukkan dengan amanah dakwah dimana-mana dan juga tarbiyah. Membuat
waktuku betul-betul terkuras, sehingga kawan yang ku kenalpun hanya
mereka yang juga bergelut didunia dakwah yaitu para akhwat-akhwat.
Namun aku kemudian merasa ada yang kurang dengan keseharianku, aku
merasa dakwah fardiyah pada teman-teman yang pada dasarnya ku temui tiap
hari sangatlah kurang. Padahal setiap harinya ku mengisi liqo dan
membuat ta’lim dengan menghadirkan orang-orang yang tak kukenal.
Lalu bagaimana mungkin teman-teman bahkan sahabatku dikampus tak
tersentuh dengan dakwahku. Maka kumulai melirik mereka, membuat kajian
jum’at dikampus dan akupun bergabung di BEM fakultasku.
Ada yang menarik dalam tiap kajian jumat yang aku adakan. Yah, aku
selalu menemukan sosok Nisa di sana. Bahkan terkadang dia datang lebih
dulu dari teman-teman yang lain yang notabene akhwat. Satu hal yang ku
ingat darinya, dia selalu shalat tepat waktu. Terkadang aku malu, ketika
di lab aku kadang begitu antusias melakukan praktikum, sehingga kadang
aku mengabaikan azan Dzuhur atau azar, maka Nisa pasti selalu
menhampiriku dan membisikkan padaku kalau telah azan lalu mengajakku ke
masjid atau ruang shalat di Lab, dan memintaku untuk meletakkan gelas
kimia atau pereaksi kimia dari tanganku itu. Nisa, semakin membuatku
penasaran.
Aku semakin tertarik mengenalnya lebih dekat, Alhamdulillah Allah
memberiku kesempatan mengenalnya lebih jauh. Pada suatu semester baru,
aku ditempatkan satu kelompok dengan Nisa. Kelompok praktikum untuk
matakuliah yang sangat susah dan membutuhkan banyak waktu dalam
menyelesaikan laporan dan tugas. Akhirnya kami memutuskan untuk
mengerjakan tiap hari tugas itu di rumah Nisa, yang kebetulan mempunyai
referensi buku yang lumayan banyak. Jadilah aku tiap hari kerumahnya.
Nisa gadis yang sangat bersih, rapi, dan teratur. Aku malu jika
membandingkan kamarku dengan kamarnya, hehe.. aku berantakan, dan
seenaknya meletakkan barang, tapi Nisa, dia bahkan melipat tiap kantong
pelastik di rumahnya dan menyimpannya pada kardus kecil, sangat rapi.
Nisa mempunyai seorang kakak laki-laki, itu aku tahu ketika melihat
foto keluarga pada bingkai kecil di kamarnya. Nisa tinggal berdua
dirumah itu dengan kakaknya, sedangkan orangtuanya tinggal dikampung.
Namun ketika ku tanyakan tentang kakaknya, dia terlihat murung, dia cuma
mengatakan kalau kakaknya tidak begitu dekat dengannya. Akupun tak mau
terlalu mendesaknya untuk bercerita, aku tak mau membuatnya tak nyaman..
Namun aku cukup terkejut ketika tak sengaja aku melihat belasan botol
obat didalam lemarinya, ketika kutanyakan, dia cuma tersenyum dan
mengatakan hanya vitamin biasa.
Aku dan Nisa semakin akrab sejak semester itu, dan sejak itu tak
jarang dia curhat padaku. Tentang semuanya, tentang teman-temanya yang
menganggapnya sombong, tentang keluarganya, tentang pacar-pacarnya, aku
termasuk akhwat yang tak suka mendoktrin teman-temanku tentang larangan
pacaran, kubiarkan mereka bercerita padaku tentang itu, lalu aku
mengikuti tiap perkembangan hubungan mereka, sehingga akupun mendapat
kepercayaan mereka, barulah ketika mereka mulai bermasalah dengan
pacarnya atau mempertanyakannya pendapatku tentang pacaran, baru aku
menyelipkan nasihat-nasihat tentang itu, sehingga obrolan yang pada
dasarnya nasihat itu lebih berkesan diskusi atau curhat buat mereka dan
aku tak sok menggurui, dan tak sedikit akhirnya temanku memutuskan
pacarnya dengan trik seperti ini hehe.. tapi ini rahasia yah..
Hingga suatu hari, pada awal semester baru lagi, aku dan Nisa sepakat
untuk memprogram matakuliah yang semester lalu belum kami ambil,
jadinya kami berdua harus kuliah denga yunior. Kuliahpun kami pilih hari
sabtu pagi sebelum kuliah bahasa arab, hari yang bebas parktikum untuk
kelas kami. Nisa punya kebiasaan untuk janjian denganku pada malam
sabtunya lewat sms, dia akan menanyakan apakah aku akan ikut kuliah
besok? Jika tidak, diapun malas untuk datang… hemm kebiasaan buruk, tapi
juga wajar, mana ada yang betah kuliah dengan yunior
Suatu pagi dihari sabtu, selepas kami kuliah, sambil menunggu dosen
dan teman-teman yang belum datang, kuliah berikutnya yaitu bahasa arab,
aku duduk berdua dengan Nisa di depan kelas. Ruang kuliah sangat sepi,
hanya ada aku dan Nisa yang datang cepat karena ada kuliah pagi. Waktu
itu langit sangat mendung, bahkan gelap, pertanda hujan deras akan
segera mengguyur kota M siang itu. Ada yang berbeda dari Nisa yang
biasanya ceria, pagi itu dia diam dan sedikit murung, matanya sembab
sangat jelas dia baru saja menangis. Aku lalu bertanya padanya ada apa?
Dia hanya diam, dan menggeleng, akupun mendesaknya untuk bercerita.
Hingga akhirnya dia lalu menyingkap roknya dan memperlihatkan betisnya.
Allah, aku terkejut, begitu banyak memar di betisnya, lalu dia
memperlihatkan lengannya, kulit putihnya kini berhiaskan lebam-lebam
biru kehijauan. Ada apa denganmu teman?
Dia lalu bercerita, kalau sejak kecil dia menderita Epilepsi (ayan),
jika penyakitnya kumat, kepalanya seakan dialiri jutaan watt listrik,
begitu sakit sehingga jika dia tak tahan sakitnya, diapun kejang-kejang
tak sadarkan diri, dia baru saja tadi pagi kambuh di kamar mandi ketika
sedang mencuci, beruntung kakaknya masih di rumah, sehingga dia segera
tertolong.
Semua badannya lebam dan memar karena terbentur tembok dan
barang-barang saat kejang-kejang. Dia bercerita sambil menangis, dia
harus menelan puluhan tablet penenang tiap harinya, yang jika terlambat
sedikit saja dia konsumsi, akan membuat penyakit epilepsinya kambuh.
Selain itu, tekanan dan kecapaianpun dapat menyebabkannya kumat. Dia
malu jika penyakitnya kambuh ditengah banyak orang, bagaimana jika
auratnya terbuka ketika dia tak sadarkan diri ketika kejang, dan itu
telah sering terjadi. Dia lelah, kadang dia mempertanyakan kepada Allah,
kenapa mesti dia yang mengalaminya, dia punya banyak cita-cita, ingin
mempunyai apotek, ingin bekerja di Balai POM, dia ingin segera menikah
dan punya anak. Namun ketika ia menyadari Epilepsi yang dideritanya
dapat merenggut nyawanya kapan saja, dia lalu menangis dan sangat sedih.
Lalu kembali pertanyaan itu hadir, kenapa harus dia? Kenapa bukan
orang-orang yang selama hidupnya hanya berbuat sia-sia dengan maksiat?
Kenapa bukan orang yang tak menghargai hidupnya yang selalu ingin bunuh
diri hanya dengan masalah picisan? Aku ingin lebih baik, masih banyak
hal yang ingin aku capai.
Dia mengatakan padaku satu hal yang tak akan pernah kulupakan.
“Aztri, kamu tahu? Kenapa selama ini begitu masuk azan, aku akan
bergegas shalat, karena aku takut, jika aku menunda shalatku,lalu
kemudian ternyata Allah membuat penyakitku kumat, dan lalu aku mati
sebelum menunaikan shalat. Penyakitku bisa kambuh kapan saja, itu
berarti aku dapat diambilNya kapan saja” katanya dengan isak tangis.
Sungguh, pemikiran yang sederhana, namun mampu menghempaskanku ke
titik nol. Aku yang begitu paham makna takdir dan ajal, namun tak pernah
memikirkan dengan begitu nyata. Aku kadang berfikir Ajalku masih sangat
jauh, bahkan kadang tanpa aku sadari aku merasa hanya orang lain yang
akan mengalami kematian. Bukan, bukannya aku tak percaya ajal, tapi ada
kalanya kita begitu tenggelam dengan dunia sehingga kemudian melupakan
tamu yang dapat datang kapan saja itu.. ajal… kematian..
Lalu Nisa pun mengatakan padaku, “Aztri, aku takut mati, aku takut
tak mampu mempertanggung jawabkan perbuatanku selama hidup ini. Apa yang
harus kukatakan pada Allah nanti. Aku mau mati dalam keadaan terbaikku,
tapi bagaimana jika penyakitku kumat di kamar mandi, seperti tadi pagi?
Aku tak mau mati di kamar mandi, tempat yang kotor, bagaimana jika aku
dalam keadaan aurat yang terbuka, aku malu menemui Allah dengan keadaan
seperti itu. Bagaimana jika Allah mengambilku ketika aku serangan dan
aku tak mampu menyebut namanya karena dalam keadaan tak sadar? Aku tak
mampu menahan air mataku, akupun ikut menangis. Baru kali itu aku merasa
kematian begitu dekatnya. Tanpa sadar dalam hati aku berdoa “Ya Rabb,
penguasa Alam semesta, berilah akhir yang baik pada kami..”
Sejak itu aku semakin dekat dengan Nisa, dia pun mulai mengikuti
tarbiyah, dia mulai memanjangkan jilbabnya, yang tadinya dia lilit, kini
dia mulai menutupkan ke dadanya. Kemana-mana aku bersamanya.
Teman-temanpun heran melihatnya, bagaimana mungkin aku bisa tiba-tiba
akrab dengannya.
Pada suatu sabtu pagi, aku ke kampus seperti biasa, hari ini ada
kuliah dengan Nisa, namun yang aku herankan, sejak semalam aku menunggu
sms Nisa, tapi tak ada satupun, akupun meng smsnya apa dia mau kuliah
atau tidak, namun smsku pun tak dibalas sejak subuh. Aku pikir mungkin
pulsanya habis. Sesampaiku di kampus, aku baru tahu kalu sabtu itu ada
wisuda, jadi semua kegiatan perkuliahan di tiadakan. Aku mencari Nisa ke
mana-mana, dari kelas ke kelas, ku tanya pada teman-teman apa ada yang
melihatnya. Namun tak satupun yang melihatnya pagi itu. Aku lalu
berfikir mungkin dia sudah tahu hari ini kuliah diliburkan maka dia tak
datang kekampus. Aku pun pulang tanpa memikirkannya lagi.
Namun pada pukul 10 malam. tepatnya malam ahad, ketika aku sedang
berkumpul dengan keluargaku, tiba-tiba telpon pun bordering, aku
mengangkatnya tanpa prasangka apa-apa. Namunternyata yang menelpon
adalah temen kuliahku, dia memberitakan berita yang seketika mampu
melemaskan semua persendianku.. Nisa meninggal dunia, entah jam berapa,
namun mayatnya baru ditemukan tadi jam 09.00 malam dalam keadaan kaku
dan membiru, tertelungkup di kamarnya. Seolah aku tak berpijak di bumi,
langit di atasku seolah runtuh.
Selanjutnya aku langsung menuju kerumahnya ku tahan air mataku seolah
ini hanyaberita bohong, aku masih berharap menemukan Nisa di rumahnya
dan menyambutku di depan pintu dengan senyuman seperti biasa. Namun
sesampaiku disana, lorong ke rumahnya telah penuh dengan kerumunan warga
setempat, raungan serine ambulans sejak tadi terdengar. Kusingkap
kerumunan, orang-orang yang mengenalku dekat dengan Nisa segera
memberiku jalan, bergegas ku ke ambulansnya, dan kutemukan sosok yang
sangat kusayangi, sahabatku Nisa dalam balutan selimut, tubuhnya kaku
dengan posisi tak biasa, wajahnyatelah membiru dan bengkak. Allah, apa
yang dia khawatirkan terjadi. Nisa sahabatku, ada apa denganmu? Kenapa
jadi begini?
Badanku tiba-tiba limbung di depan pintu ambulans, sebuah tangan
menangkapku sambil membisikkan istigfar ke telingaku, ternyata dia salah
seorang akhwat temanku dikampus. Dibimbingnya aku ke kamar Nisa, ku
dapati kamarnya berantakan tak rapi seperti biasa, kertas berhamburan
dimana-mana, obat-obatnya berserakan dimana-mana. Salah seorang temanku
menceritakan padaku. Nisa baru ditemukan kakaknya tadi ketika dia pulang
pukul 09.00 malam, tak ada yang tahu pukul berapa Nisa meninggal namun
jika melihat kondisi kamarnya, dimana lampu yang masih menyala dan tirai
yang masih tertutup, kemungkinan dia meninggal kemarin malam, hari itu
dia sendiri di rumah, tak ada yang menemaninya. Barulah ketika kakaknya
pulang pukul 09.00 malam dia menelpon dan HPnya berbunyi di kamarnya,
tapi Nisa tak mengangkatnya. Dan di temukan Nisa telah kaku dan
membiru..
Allah… bagaimana mungkin secepat ini, sempatkah ia menyebut namaMu?
Betapa sakitnya sakaratul maut yang ia rasakan, dan dia menghadapinya
sendiri, Rabb adakah namaMu dia ucapkan? Baru saja kurasa mengenalnya,
baru saja dia mengatakan ingin mengenal islam lebih jauh, beru kemarin
ku rasa dia mengatakan ingin menggunakan jilbab lebar sepertiku. Masih
dapat ku ingat dengan jelas ketika aku bermain ke rumahnya, dia minta
aku meminjamkan jilbab hitam lebar yang aku gunakan saat itu sebentar
saja.
Dia memakainya berdiri di depan cermin dengan senyuman yang sangat
manis, Nisa begitu cantik dengan jilbab lebar yang aku pinjamkan
padanya. Lalu dia memperagakan wajah malu-malu katanya jika ada ikhwan
yang mengkhitbahnya, dia akan mengangguk malu seperti ini. Aku tertawa
terpingkal-pingkal saat itu, namun sekarang ketika mengingatnya malah
yang kurasakan perih yang amat sangat, di sini, di hatiku..
Teman membisikkan kalau ambulans yang mengantar jenazah menuju ke
kampung halamanya akan segera berangkat, Nisa akan dikebumikan di
kampungnya, kami pun berkumpul di sekitar ambulans mengantar kepergian
Nisa. Melihatnya untuk terakhir kalinya. Serine segera menggelgar,
memecah keheningan malam saat itu. Ambulans yang berisi jasad Nisa telah
pergi, Nisa tak ada lagi, namun di sini di hati ini dia tetap ada.
Semangat hidupnya menjadi kekuatanku, Nisa sahabatku yang cantik,
selamat jalan. Sampaikan salamku pada Rabb kita, Aku yakin niatmu yang
tulus telah terukir dengan indah di buku amalanmu. Tersenyumlah kawan,
kau begitu cantik dengan senyummu.
Tunggu aku, akupun pasti akan menyusulmu, di sana di JannahNya..
pergilah..
Kulepas kau dengan ikhlas.. Dengan Senyum..
jalan yg panjang nanar kau tatap
tak lagi peduli semua yg terjadi
smakin dalam larut angan mu melayang
mimpimu hadirkan semua penantian
dengan apa aja kau bernyanyi
akhirnya kau pun pergi… tak kembali
tiap haru kuhanya sanggup mengingat
jelas bayangmu yg masih melekat
dalam kecewa ku hanya mampu katakan
tetaplah tersenyum karena itu jalan
yang kau telah kau pilih……
terbanglah……terbanglah…..bersama pelangi
banyak sudah kisah yg tertinggal
kau buat jadi satu kenangan
seorang sahabat pergi tanpa tangis arungi mimpi
slamat jalan kawan cepatlah berlalu
mimpi mu kini tlah kau dapati
tak ada lagi seorang pun yang menggangu kau bernyanyi
slamat jalan kawan cepatlah berlalu
mimpi mu kini tlah kau dapati
tak ada lagi seorang pun yg mengganggu kau bernyayi..